Rumbadi: Penyebar Berita Bohong Itu Rasa Empatinya Negatif
RASIO.CO, Batam-Prilaku menyebar berita bohong atau dikenal HOAX saat ini tidak saja dilakukan oleh perorangan ataupun kelompok organisasi tertentu yang memiliki kepentingan politik. Kalangan akademisi pun disoroti tajam oleh masyarakat sebagai penyebar paling aktif.
Menurut Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Riau Kepulauan, Rumbadi Dalle, S.H.,M.H saat menjadi narasumber pendamping Kapolda Kepri, Irjen Pol Sam Budigusdian di Kedai Kopi Morning Bakery Kepri Mall contoh kasus salah satu mantan dosen di perguruan tinggi bernama Buni Yani yang saat ini kasus tindak pidana penyebaran video yang disebut memiliki unsur kuat ujaran kebencian pada petikan pidato Ahok bernama lengkap Basuki Tjahja Purnama di Kepulauan Seribu yang kemudian disebarkan melalui media sosial menjadi titik tolak persepsi bahwa kalangan akademisi dianggap penyebar berita bohong paling aktif.
Padahal, tegas Rumbadi, apa yang dilakukan yang bersangkutan dalam kapasitas keindividuannya. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan status jabatannya dalam lingkungan kampus sebagai seorang dosen. Namun karena berita proses hukum Buni Yani menjadi sorotan masyarakat maka tertanamlah persepsi seolah-olah apa yang dilakukannya kerap kalli di lakukan oleh civitas akademika.
“Contoh kecil itu yang mesti menjadi sandaran bagi kita sebagai masyarakat untuk betul-betul selektif dalam menerima hal-hal (informasi) yang menyebar secara viral di media sosial. Sebab jika asal telan saja maka si penyebar berita bohong seolah benar di mata si penerima berita bohong tersebut dan mewabah lah dia,” terang pria yang pernah aktif sebagai jurnalis di Majalah Tempo ini.
Melihat dampak negatif yang dapat ditimbulkan akibat penyebaran berita bohong tersebut, Rumbadi pun menilai bahwa para penyebar berita bohong seperti kehilangan rasa empati kemanusiaannya. Apalagi jika orang yang menyebarkan berita bohong itu merasa bangga telah melakukannya karena dibayar atau memiliki kepentingan tersendiri.
Tak disadari si penyebar, lanjutnya, bahwa apa yang telah disebarkan dapat menyebabkan perpecahan tidak saja cara berfikir kolektif di lingkungan keluarga, pergaulan bahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Untuk itu, Rumbadi mengingatkan kepada masyarakat agar aktif untuk menelurkan kebaikan khususnya terkait persoalan berita bohong yang menjadi fokus Negara untuk pemberantasannya. Masyarakat diminta untuk lebih cerdas dalam memilah informasi yang memiliki keterkaitan dengan kepentingan pribadinya. Tidak asal ikut-ikutan mengkomentari sesuatu hal yang tidak dalam kapasitasnya juga termasuk telah membantu meredam laju penyebaran berita bohong.
“Mulailah berfikir cerdas dalam menyerap informasi dan stop mengomentari suatu informasi yang bukan kompetensinya, sebab bukan malah turut membantu persoalan malah memperkeruh. Jika memang ada keluhan terkait jalannya pelayanan publik agar sebaiknya menggunakan jalur formal yang telah diatur sesuai ketentuan perundang-undangan. Atau jika memang tidak mendapat tanggapan dapat menempuh jalur formal lain yang khusus dibentuk untuk pengawasan pengawasan publik, seperti Komisi Kejaksaan kalau berkaitan dengan pelayanan di Kejaksaan, Badan Pengawasan Mahkamah Agung jika terkait hukum acara yang tidak sesuai mekanisme atau Ombudsman RI jika berhubungan dengan pelayanan publik secara umum,” katanya
Jika menemukan indikasi tindak pidana sebagaimana diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana maupun aturan perundang-undangan lain yang bersifat khusus, maka dapat dilaporkan kepada pihak kepolisian sesuai dengan kapasitas tingkatannya.***
ALLE KATA @www.rasio.co