Poin-poin Putusan MK Tolak Gugatan Sengketa Pilpres Anies dan Ganjar

0
15
Sidang perkara gugatan hasil Pilpres 2024 yang digelar di MK beberapa waktu lalu. (foto/ist)

RASIO.CO, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024 yang diajukan pasangan calon nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan pasangan calon nomor urut 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Dikutip CNNIndonesia, Amar putusan itu disampaikan Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pengucapan putusan kedua perkara PHPU Pilpres 2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Gedung MK RI, Jakarta, Senin (22/4).

Permohonan yang diajukan Anies dan Ganjar memiliki sejumlah kesamaan. MK memulai agenda sidang pengucapan putusan dengan membacakan putusan untuk perkara yang diajukan Anies-Muhaimin. Sementara itu, MK tidak membacakan keseluruhan pertimbangan hukum pada putusan yang diajukan Ganjar-Mahfud.




Adapun dengan adanya putusan MK ini, pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pun menjadi pemenang dalam Pilpres 2024. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan akan menetapkan Prabowo-Gibran sebagai pasangan presiden dan wakil presiden terpilih pada Rabu (24/4).Berikut sejumlah poin putusan MK tolak permohonan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud.

Sentil peran Bawaslu-DPR di pemilu

Wakil Ketua MK Saldi Isra menyentil sejumlah instansi seperti Bawaslu hingga DPR terkait perannya dalam proses pemilu. Menurut Saldi, lembaga yang telah diberi kewenangan untuk menyelesaikan pemilu, seperti Bawaslu dan Gakkumdu, harus melaksanakan kewenangannya secara optimal demi menghasilkan pemilu yang jujur dan adil serta berintegritas.

Selain itu, Saldi mengatakan lembaga politik seperti DPR tidak boleh lepas tangan, sehingga sejak awal harus pula menjalankan fungsi konstitusionalnya, seperti fungsi pengawasan dan menggunakan hak-hak konstitusional yang melekat pada jabatannya seperti hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat guna memastikan seluruh tahapan pemilu dapat terlaksana sesuai dengan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.

“Penegasan demikian diperlukan karena Mahkamah hanya memiliki waktu yang terbatas, in casu 14 (empat belas) hari kerja, untuk memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum,” kata Saldi.

Pencalonan Gibran sah

MK menyatakan pencalonanan Gibran sebagai cawapres sah dan memenuhi syarat pada Pilpres 2024. Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyoroti dalil adanya intervensi presiden terhadap perubahan syarat pasangan calon sebagaimana diputus dalam Putusan MK Nomor 90/PUU-XX1/2023. Menurut MK, latar belakang dan keberlakuan putusan 90 telah ditegaskan berkali-kali oleh MK, di antaranya dalam Putusan MK Nomor 141/PUU-XXI/2023, Putusan MK Nomor 145/PUU-XXI/2023 serta Putusan MK Nomor 150/PUU-XXI/2023.

MK menilai tidak ada persoalan mengenai keberlakuan syarat tersebut. Selanjutnya, Arief turut menyinggung putusan etik berat oleh Majelis Kehormatan MK (MKMK) terkait putusan 90 itu.

“Berkenaan dengan dalil Pemohon a quo, menurut Mahkamah, adanya Putusan MKMK Nomor 2/MKMK/L/11/2023 yang menyatakan adanya pelanggaran berat etik dalam pengambilan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak serta-merta dapat menjadi bukti yang cukup untuk meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi tindakan nepotisme yang melahirkan abuse of power Presiden dalam perubahan syarat pasangan calon tersebut,” ujar Arief.

Ia kembali menegaskan bahwa MKMK tidak berwenang membatalkan keberlakuan Putusan Mahkamah Konstitusi.

Soal Jokowi cawe-cawe

Hakim Konstitusi Daniel Yusmic Foekh menyatakan MK tak menemukan bukti kuat yang menunjukkan adanya tindakan cawe-cawe yang dilakukan Presiden Jokowi dalam Pilpres 2024.

“Mahkamah juga tidak mendapatkan bukti adanya korelasi antara bentuk cawe-cawe dimaksud dengan potensi perolehan suara salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu Tahun 2024,” ucap Daniel.

MK menilai dalil bahwa Presiden cawe-cawe dalam Pemilu 2024 tidak dijelaskan lebih detail oleh para pemohon. Para pemohon juga dinilai tidak menyertakan bukti yang kuat. Daniel mengatakan berbagai alat bukti yang diajukan Pemohon, baik bukti berupa artikel dan rekaman video berita dari media massa, memang menunjukkan kegiatan dan pernyataan Presiden yang berkehendak untuk cawe-cawe dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024.

“Namun, pernyataan demikian menurut Mahkamah, tanpa bukti kuat dalam persidangan,” kata dia.

Kenaikan tukin Bawaslu sesuai aturan

Daniel menilai kenaikan tunjangan kinerja (tukin) terhadap Bawaslu jelang pencoblosan Pilpres 2024 telah sesuai aturan dan tidak terkait dengan isu independensi sebagai penyelenggara pemilu.

“Dengan demikian, menurut Mahkamah, pemberian tunjangan kinerja kepada ASN di lingkungan Sekretariat Jenderal Bawaslu telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan tidak terkait dengan isu independensi atau kemandirian penyelenggara pemilu in casu Bawaslu,” tutur Daniel.

Daniel menyatakan tunjangan kinerja juga berlaku bagi kementerian/lembaga negara yang lain, bukan hanya lembaga penyelenggara pemilu.

Menurut Daniel, dalil tim hukum Anies-Muhaimin yang ragu terkait indepedensi terkait kenaikan tukin tidak menemukan kebenaran. Oleh karena itu, Ia menilai dalil tim Anies-Muhaimin soal isu independensi terkait kenaikan tukin kepada Bawaslu tidak beralasan menurut hukum.

Penyaluran bansos sah

MK tak menemukan korelasi penyaluran bantuan sosial (bansos) dengan kenaikan suara salah satu pasangan calon tertentu di Pilpres 2024.

“Terhadap dalil Pemohon yang mengaitkan Bansos dengan pilihan pemilih. Mahkamah tidak meyakini adanya hubungan kausalitas atau relevansi antara penyaluran bansos dengan peningkatan perolehan suara salah satu pasangan calon,” jelas Hakim Konstitusi Arsul Sani.

MK menemukan fakta bahwa alat bukti yang diajukan pasangan Anies-Muhaimin tidak dipaparkan atau diserahkan secara utuh atau komprehensif sebagai alat bukti, sehingga tidak memunculkan keyakinan bagi hakim MK terjadi korelasi positif antara bansos dengan pilihan pemilih secara faktual.

MK Tak berwenang tangani TSM

Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menegaskan MK tidak berwenang menangani dugaan pelanggaran administrasi yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam penyelenggaraan pemilu. Ridwan menerangkan penyelesaian pelanggaran administrasi pemilu yang terjadi secara TSM merupakan kewenangan Bawaslu. Hal itu mengacu pada Pasal 461 Ayat (1) juncto Pasal 463 Ayat (1) UU Pemilu.

Jokowi mestinya batasi diri dengan paslon

Hakim MK Ridwan Mansyur mengatakan sudah seharusnya presiden petahana membatasi diri tampil di publik bersama kandidat capres-cawapres yang turut berkontestasi dalam Pilpres 2024.

“Bahwa menurut Mahkamah, mutlak diperlukan kerelaan Presiden petahana untuk menahan/membatasi diri dari penampilan di muka umum yang dapat diasosiasikan/dipersepsikan oleh masyarakat sebagai dukungan bagi salah satu kandidat atau pasangan calon dalam Pemilu,” kata Ridwan.

Menurut Ridwan, kerelaan presiden petahana untuk membatasi diri dalam kontestasi Pilpres agar hal serupa tidak terjadi pada tingkat kepemimpinan di level di bawahnya. Baginya, kondisi ini bertujuan agar terjaga serta meningkatnya kualitas demokrasi Indonesia. Kendati demikian, hal yang disampaikan Ridwan ini hanyalah sebagai yang diidealkan oleh MK. Sebab, kerelaan semacam itu berada pada moralitas di individu masing-masing.

Ridwan turut menilai metode kampanye dengan melekatkan pada citra petahana bukanlah tindakan yang melanggar hukum. Akan tetapi, melekatkan citra diri seperti demikian potensial menjadi masalah etika saat dilakukan oleh seorang Presiden yang mewakili entitas negara.

Airlangga tak langgar UU Pemilu bagi-bagi bansos saat kampanye

MK menilai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto tidak melanggar hukum atas kegiatan bagi-bagi bansos saat masa kampanye Pemilu 2024. Hakim konstitusi Arsul Sani mengatakan hal itu juga mengacu pada putusan yang telah dikeluarkan Bawaslu. Maka, kata Arsul, dalil pemohon dari Anies-Muhaimin terkait dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan Airlangga tidak terbukti.

Soroti netralitas pejabat

MK juga menyoroti pentingnya netralitas aparat negara, khususnya pejabat negara dalam penyelenggaraan pemilu. Menurut MK, pemerintah dan DPR perlu membuat aturan yang lebih jelas bagi pejabat negara yang merangkap sebagai anggota partai politik ataupun sebagai tim kampanye dalam melaksanakan kampanye, yakni pelaksanaan kampanye harus dilaksanakan terpisah, tidak dalam satu waktu kegiatan ataupun berimpitan dengan waktu pelaksanaan tugas penyelenggaraan negara.

Ia menyebut hal itu dilakukan guna menjaga netralitas aparat negara, khususnya bagi pejabat negara yang juga merangkap sebagai anggota partai politik, calon presiden dan wakil presiden, anggota tim kampanye maupun pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU sebagaimana diatur dalam Pasal 299 UU Pemilu.

Ada 3 hakim MK dissenting opinion

Terdapat lima hakim MK yang menolak permohonan PHPU Pilpres 2024 yang diajukan pasangan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud. Di sisi lain, ada tiga hakim menyatakan memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion terhadap putusan tersebut.

“Terdapat putusan Mahkamah Konstitusi a quo, terdapat pendapat berbeda (dissenting opinion) dari tiga orang Hakim Konstitusi, yaitu Hakim Konstitusi Saldi Isra, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat,” kata Suhartoyo.

Terdapat sejumlah poin yang disampaikan ketiga hakim itu dalam dissenting opinion-nya. Di antaranya, Saldi menilai pembagian bansos menjelang Pemilu memiliki korelasi dengan kepentingan elektoral. Lalu, Arief menilai Pilpres 2024 berbeda dengan edisi-edisi sebelumnya. Dia menyebut ada dugaan intervensi yang kuat dari sentral cabang kekuasaan eksekutif di pilpres kali ini.

***

Print Friendly, PDF & Email


TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini