RASIO.CO, Karimun-Kepolisian Resor (Polres) Karimun, Jum’at, (16/6) pekan lalu dikhabarkan menyegel beberapa gudang ayam impor di Kecamatan Moro, Kabupaten Karimun. Penyegelan tersebut disinyalir karena tidak memiliki dokumen perizinan usaha distribusi hewan.
Menurut informasi yang diperoleh RASIO MEDIA, Senin (19/6) dari warga setempat, polisi sigap melakukan penyegelan dan melakukan pemeriksaan intensif terhadap para pemilik tempat usaha diduga tak berizin itu.
“Kelihatannya meski sempat digerebek, lalu tempat usaha itu tetap beraktifitas seperti biasa seolah tak pernah ada peristiwa penyegelan. Aneh ya?,” kata seorang warga kepada RASIO MEDIA dengan meminta agar namanya tak disebut dalam pemberitaan.
Wartawan media ini, bersama peliput lain kemudian mendatangi Markas Polres Karimun pada Senin, (20/6) sekira pukul 13.00 WIB sebagai upaya konfirmasi terkait informasi penyegelan itu. Namun, baik Kepala Satuan Reserse dan Kriminal (Kasat Reskrim), Ajun Komisaris Polisi (AKP) Dwihatmoko Wiraseno maupun Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Karimun, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Agus Fajaruddin, S.Ik tak dapat ditemui dengan alasan tengah melaksanakan tugas di luar kantor.
“Pak Kasat lagi ga ada bang,” kata salah seorang petugas di ruangan Satreskrim kala itu.
Demikian pula dengan Kapolres. Menurut Novi, petugas diruangan Sekretaris Pribadi (SPRI) Kapolres, atasannya tengah menghadiri rapat dengan pihak Bea dan Cukai pada waktu itu. Dihubungi melalui pesan jejaring Media Sosial (Medsos) Whatsapp, Agus kepada RASIO MEDIA mengaku belum mengetahui kasus yang ditanyakan wartawan ini. Dia pun meminta waktu untuk berkoordinasi dengan bawahannya.
“Saya belum cek mas,”demikian tulis pesannya yang masuk secara pribadi kepada wartawan media ini.
Sementara, upaya konfirmasi dengan pengajuan tiga poin pertanyaan yang dikirim baik melalui Whatsapp maupun pesan singkat di ponsel Dwihatmoko hingga berita ini dimuat belum memberikan balasan terkait itu.
Khabar soal adanya dugaan beroperasinya gudang ayam impor di Kecamatan Moro tersebut cukup menyita perhatian masyarakat. Pasalnya, pemerintah Indonesia didorong Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli) justru tengah menjajaki peluang ekspor unggas lokal ke Malaysia karena dinilai menjanjikan.
Setidaknya, orientasi Pemerintah RI terkait gagasan ekspor tersebut seperti ditargetkan Himpuli Untuk tahap pertama, Himpuli menargetkan dapat mengekspor 200.000 ekor per bulan DOC dan sebanyak 100.000 ekor per bulan untuk DOD. Target ekspor itu didasarkan pada kebutuhan final stok DOC ayam lokal peternak Malaysia sekitar 46 juta ekor per tahun. Sedangkan untuk DOD sekitar 3,6 juta ekor per tahun.
Himpuli juga memastikan dalam upaya ekspor ke sana, tidak ada halangan baik itu dari aspek genetik maupun produksi. Namun yang masih dibenahi adalah aspek legalitas, terutama sertifikasi kompartemen bebas Avian Influenza (AI) sesuai standar Badan Kesehatan Hewan Dunia (OEI) yang bermarkas di Paris.
“Peluang Indonesia mengekspor ke sana terbuka lebar,” kata Ketua Umum Himpuli Ade M Zulkarnaen seperti dilansir media nasional, KONTAN belum lama ini.
Begitu juga dengan Kementerian Pertanian (Kementan) yang terus mendorong daging ayam dan susu cair tembus ke pasar internasional, seperti Jepang, Malaysia dan negara potensial lainnya. Saat ini, produk pangan asal unggas masih menjadi bahan pangan yang sangat diminati masyarakat luas, bukan hanya di Indonesia tetapi juga hampir di seluruh negara dunia karena tinggi kandungan gizi dan harga yang relatif terjangkau. Produksi ayam ras nasional di Indonesia saat ini mengalami surplus.
Konsumsi masyarakat terhadap daging ayam masih sekitar 10 kilogram per kapita per tahun. Berdasarkan data Statistik Peternakan tahun 2016, populasi ayam ras pedaging (broiler) mencapai 1,59 juta ekor, 162 ribu ekor ayam ras petelur (layer) dan ayam bukan ras (buras) mencapai 299 ribu ekor atau mengalami peningkatan sekitar 4,2 persen dari populasi pada tahun 2015.
Produksi daging unggas sendiri menyumbang 83 persen dari penyediaan daging nasional, sedangkan produksi daging ayam ras menyumbang 66 persen dari penyediaan daging nasional.
“Optimisme pemerintah RI justru pembanding yang positif dalam membuka pasar luar negeri, bukan malah melakukan impor dari negeri seberang. Saya kira kasus di Kecamatan Moro ini aneh karena terselubung karena diduga belum memiliki izin operasional usaha distribusi ayam impor tapi kok bisa jalan terus,” kata Rizal, Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pemberdayaan Anak Rantau Indonesia (PARI) menilai kasus yang ditangani Polres Karimun tersebut.
ANDRI ARIANTO @www.rasio.co