MA Batalkan Permenhub Transportasi Online

0
730

RASIO.CO, Jakarta – MA membatalkan beberapa pasal yang terdapat Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.

MA membatalkan 23 pasal dari 80 pasal di Permenhub, seluruh pasal tersebut merupakan ‘nyawa’ pengaturan taksi online.

“Memerintahkan kepada Menteri Perhubungan untuk mencabut Pasal 6 ayat (1) huruf e, Pasal 27 ayat (1) huruf d, Pasal 27 ayat (1) huruf f, Pasal 27 ayat (2), Pasal 38 huruf a, Pasal 38 huruf b, Pasal 38 huruf c, Pasal 39 ayat (1), Pasal 39 ayat (2), Pasal 40, Pasal 48 ayat (10) huruf a angka 2, Pasal 48 ayat (10) huruf b angka 2, Pasal 48 ayat (11) huruf a angka 3, Pasal 48 ayat (11) huruf b angka 3, Pasal 51 ayat (9) huruf a angka 2, Pasal 51 ayat (10) huruf a angka 3, Pasal 56 ayat (3) huruf b angka 1 sub b, Pasal 57 ayat (10) huruf a angka 2, Pasal 57 ayat (11) huruf a angka 2, Pasal 65 huruf a, Pasal 65 huruf b, Pasal 65 huruf c, Pasal 72 ayat (5) huruf c, Permenhub No. 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek,” bunyi Putusan MA bernomor 15 P/HUM/18.

Pasal-pasal tersebut mengatur mengenai besaran tarif, kewajiban pemasangan stiker, kelengkapan dokumen perjalanan, tulisan identitas kendaraan, jumlah armada daerah, kewajiban badan usaha sebagai pemilik armada taksi online, larangan aplikator merekrut pengemudi dan memberikan akses aplikasinya hingga perizinan. Akibat putusan itu, berpotensi timbulnya kekosongan hukum pengaturan taksi online.

Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah membenarkan putusan tersebut. Menurutnya, lewat putusannya, MA memerintahkan Kementerian Perhubungan untuk merevisi pasal-pasal yang dibatalkan. “MA pun memerintahkan kepada Menteri Perhubungan untuk mencabut pasal-pasal dalam Permenhub No. 108 Tahun 2017 yang telah dibatalkan MA,” katanya saat dikonfirmasihukumonline.com, Jumat (14/09).

Untuk diketahui, permohonan ini dimohonkan oleh Daniel Lukas Rorong, Hery Wahyu Nugroho, Rahmatullah Riyadi dengan kuasa hukum Muhammad Sholeh. Ketiga pemohon merupakan pengemudi taksi online di Surabaya yang merasa dirugikan karena adanya ketentuan Permenhub ini. Susunan majelis yang memutus uji materi ini ialah Supandi selaku ketua, serta Sudaryono dan Irfan Fachruddin masing-masing sebagai anggota.

Kuasa hukum pemohon, Muhammad Sholeh mengapresiasi putusan tersebut. Ia mengatakan, para pemohon sangat dirugikan dengan adanya Permenhub ini. Sebab, transportasi online merupakan usaha kecil menengah, tetapi melalui Permenhub ini berusaha menyamakan taksi online seperti taksi konvensional. “Sehingga, driver taksi online ini dipersulit bahkan mendapatkan masalah,” kata Sholeh kepada hukumonline.com.

Pasal lainnya yang dikeluhkan para pengemudi terkait dengan kepemilikan minimal lima armada. Menurut Sholeh, aturan ini jelas memberatkan pengemudi karena rata-rata armada yang dimiliki memang dipergunakan oleh pribadi pengemudi tersebut dan dibeli secara mencicil. “Wong, satu armada saja masih kredit kok, ini malah disuruh punya lima. Kan ngawur,” ujarnya. Ditambah lagi, kata dia, pengaturan jika tidak memiliki lima armada harus berbadan hukum. “Ini juga ngawur,” tambahnya.

Sholeh menilai seharusnya pemerintah bersyukur dengan keberadaan transportasi online. Ketika, pemerintah tidak menciptakan lapangan pekerjaan kepada masyarakat, mereka berbondong-bondong membuat usahanya sendiri tanpa dibantu pemerintah. “Jadi, jangan menghalang-halangi,” katanya.

Menurut Sholeh, Permenhub ini tidak dibatalkan secara keseluruhan, hanya 23 pasal dari 80 pasal dalam Permenhub yang dibatalkan oleh MA. “Namun, 23 pasal ini sangat krusial dalam Permenhub ini. Jadi, mau tidak mau Kemenhub harus membuat aturan baru lagi, karena payung hukumnya sudah dibatalkan oleh MA, dan kini terjadi kekosongan hukum,” ujarnya.

Sholeh berharap, pengaturan taksi online ke depan memuat mengenai keselamatan diri para pengemudi dan penumpang. Sebab selama ini pengaturan mengenai hal itu belum ada di Permenhub No. 108 Tahun 2017. Selain itu, ia mengingatkan pemerintah untuk membuat aturan yang tidak merugikan pengemudi taksi online. Hal ini karena posisi pengemudi yang rentan lantaran adanya bagi hasil dengan pemilik aplikasi sebesar 20 persen dari setiap penumpang.

“Jumlah ini sangat besar, 20 persen. Tentu tidak seimbang, padahal ketika ganti oli, kerusakan armada hingga kecelakaan ditanggung sendiri oleh driver. Pemerintah seharusnya menekan soal ini, bukan menekan driver taksi online. Seakan pemerintah kelihatan tidak berdaya dengan pemilik aplikasi, ini ada apa,” tandasnya.

Terpisah, Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi mengatakan, Kemenhub tengah menyusun aturan baru untuk menggantikan pasal-pasal yang dibatalkan oleh MA. Ia menargetkan bahwa pada awal Oktober pengaturan baru tersebut akan rampung. “Target saya secepatnya. Awal bulan depan saya usahakan sudah selesai,” katanya dikutip dari Antara, Kamis (13/9).

Dalam menyusun aturan baru yang akan menjadi Permenhub tersebut, Budi menyampaikan akan melibatkan berbagai pihak, sehingga aturan tersebut dapat diterima dan tidak digugat kembali. “Saya bilang saya akan libatkan semua aliansi yang ada. Harapan saya begitu selesai, tidak ada gugatan lagi,” pungkasnya.

Ia mencontohkan, seperti adanya ketentuan pemasangan stiker. Terkait hal ini, lanjut Sholeh, bukannya para pengemudi taksi online keberatan. Namun saat praktik pemasangan stiker dilakukan sangat kuat gesekan dengan taksi konvensional, dan dapat menimbulkan adanya kriminalisasi.

sumber:hukumonline

Print Friendly, PDF & Email

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini