RASIO.CO – Ketua Komisi III DPR RI beserta anggota Komisi III dan staf melakukan kunjungan kerja ke Polda Kepri dan disambut langsung Irjen Pol Budi Sam Budigusdian bersama pejabat utama di Gedung Lancang Kuning. Kamis(13/04/2017).sekira pukul 09.30 wib.
Kapolda Kepri Irjen Pol Sam Budigusdian, dalam pertemuan tersebut menyampaikan Situasi dan Kondisi wilayah Kepulauan Riau secara ekternal maupun gendala kondisi Internal Polda.
Kapolda mejelaskan, kondisi geografis kepri terdiri dari 95% perairan dan 5% daratan. diama sebelah utara berbatasan dengan Singapura, Malaysia, Vietnam dan Laut Cina Selatan, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Jambi, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau dan Sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Barat.
“Kepri wilayah perairan di laut cina selatan yang berlokasi strategis mendukung perdagangan internasional,” Kata Kapolda.
Selain itu, Kepri terdiri dari 2.408 Pulau Besar dan Kecil dimana 1.350 bernama sedangkan 1.058 tanpa nama, namun 1.608 berpenghuni dan 800 tidak berpenghuni. untuk itu saat ini, Satuan Kewilayahan Kepolisian Daerah Kepulauan Riau terdiri dari 7 Satuan Kewilayahan, yang termasuk wilayah perbatasan dimana 5 (Satuan Kewilayahan , Polresta Barelang, Polres Karimun, Bintan, Natuna dan Kepulauan Anambas, serta 11 Polsek, 9 Polsubsektor, 8 Pelabuhan Internasional.
Jumlah penduduk Kepri menurut data sensus dari Badan Pusat Statistik berjumlah 2.028.169 jiwa. sedangkan komposisi penduduk dari aspek kesuku bangsaan terdiri dari Suku Melayu 35,6 %, Suku Jawa : 22,2%, Suku Minang : 9,3%, Suku Tionghoa ; 9,3%, Suku Batak : 8,1%, Suku Bugis : 2,2%, Suku Banjar : 0,7%, Suku lainnya: 12,6%.
Sedangkan, Jumlah angka pengangguran mencapai 53.080 atau sekitar 4,28%. Besarnya jumlah penduduk sebagai modal dasar pembangunan, namun juga mengandung kerawanan sosial dengan dimensi yang luas dan kompleks. Belum tercapainya keseimbangan antara laju pertumbuhan penduduk dengan penyediaan fasilitas pendidikan dan lapangan kerja, mengakibatkan tingginya angka pengangguran,”paparnya.
Kapolda mengatakan, dampaknya potensi ancaman dan gangguan kamtibmas terhadap pluralisme kesuku bangsaan adalah terjadinya konflik antar suku. Menyikapi potensi ini Polda Kepri telah menerapkan strategi perpolisian proaktif yang berbasis pada deteksi dini, operasi preemtive dan preventif dengan melakukan mediasi secara cepat bilamana terjadi konflik antar individu dari suku yang berbeda dengan melibatkan tokoh masyarakat adat dan kesukubangsaan. Cara ini cukup efektif dalam upaya meredam terjadinya konflik komunal.
“Daerah Kota Batam dikenal sebagai kawasan pengembangan Industri, Perdagangan, Galangan Kapal dan Parawisata yang telah banyak menyerap tenaga kerja, sehingga dikenal sebagai pusat Pertumbuhan Ekonomi dan merupakan salah satu kawasan Free Trade Zone (FTZ),” ujarnya.
Kata Kapolda, Kondisi internal Tipologi Polda Kepri telah meningkat yang semula tipe B menjadi tipe A sesuai dengan keputusan Kapolri nomor : Kep /1096/ X /2016 tanggal 25 oktober 2016 tentang peningkatan tipe Polda Kepri menjadi tipe A.
Polda Kepri memiliki 7 polres/ta ( 6 polres dan 1 polresta) sudah sesuai dengan jumlah kabupaten dan kota yaitu sebanyak 6 kabupaten dan 2 kotamadya. Jumlah polsek sebanyak 44 polsek termasuk wilayah kawasan belum sebanding dengan jumlah kecamatan yang ada di provinsi kepulauan riau sebanyak 64 kecamatan, terdapat 25 kecamatan yang belum ada polseknya.
Perbandingan jumlah penduduk dengan polisi maka akan diperoleh angka police employ rate sebesar = 1 : 510. Melihat angka perbandingan ini memang relatif cukup kecil, tetapi bila dilihat dari kondisi luas wilayah maka jumlah personil polri yang baru terpenuhi 43% (5.142 pers) dari dsp tersebut sangat jauh dari cukup mengingat posisi strategis kepulauan riau berbatasan dengan negara lain.
Sementara itu, Jumlah kasus tindak pidana yang melibatkan WNA sebagai pelaku tindak pidana Tahun 2016 adalah 16 kasus (melibatkan 20 WNA), sedangkan Jumlah kasus tindak pidana yang melibatkan WNA sebagai pelaku tindak pidana bulan Januari s.d. Maret Tahun 2017 adalah 3 kasus (melibatkan 3 WNA). jumlah penanganan perkara pelanggaran perijinan Tahun 2016 sebanyak 5 Pelanggaran (melibatkan 76 WNA) dan bulan Januari s.d. Maret Tahun 2017 sebanyak 2 Pelanggaran (melibatkan 12 WNA).
Penyelesaian kasus Tindak Pidana Narkoba Polda Kepulauan Riau selama Tahun 2016 adalah 478 kasus (100%) yang alokasi anggarannya Tahun 2016 sebesar Rp.2.579.694.000,-, sedangkan penyelesaian Tindak Pidana Narkoba Tahun 2017 dari bulan Januari s.d. Maret 2017 adalah 84 kasus dengan realisasi anggaran (13,67%) sebesar Rp.425.178.000,-.
Terkait alokasi anggaran penanganan Tindak Pidana Narkoba Tahun 2016 masih sangat minim, mengingat Alokasi anggaran penanganan Tindak Pidana Narkoba Tahun 2016 hanya terdukung untuk 222 kasus sebesar Rp.2.579.694.000,- yang idealnya dalam penanganan sebanyak 454 kasus adalah Rp.5.270.894.000,- atau hanya terpenuhi 48% dari kebutuhan Ideal.
Sedangkan alokasi anggaran Penanganan Tindak Pidana Narkoba Tahun 2017 terpenuhi 58% sebesar Rp.3.109.694.000,- dari kebutuhan Ideal sebesar Rp.5.270.894.000,- dengan asumsi jumlah penanganan Tindak Pidana Narkoba mengacu pada Tahun 2016 (454 kasus), sehingga kekurangan anggaran Tindak Pidana Narkoba Tahun 2017 sebesar Rp.2.161.200.000,-.
Terdapat beberapa hambatan dalam melaksanakan pengawasan orang asing dimana lemahnya regulasi terkait kewenangan Polri terhadap pengawasan orang asing sejak diberlakukan UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. serta adanya multi penafsiran pasal 256 dan 257 PP No 31 tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 06 Tahun 2011 dimana pada pasal 256 yang berbunyi “tetap memberlakukan Peraturan Pemerintah Nomor 30, 31, 32, 36 tahun 1994 dan Keputusan Presiden Nomor 31 tahun 1998”, namun pada pasal 257 yang berbunyi “Peraturan Pemerintah Nomor 30, 31, 32, 36 tahun 1994.
Keputusan Presiden Nomor 31 tahun 1998 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku” sehingga Polri tidak dapat melaksanakan Pasal 61 UU Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian yang berbunyi “Orang asing yang sudah mempunyai izin tinggal yang tidak melapor kepada kantor Kepolisian Negara Republik Indonesia di tempat tinggal atau tempat kediamannya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diperolehnya izin tinggal, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah)”.
Ironisnya, saat ini, Belum adanya mekanisme integrasi data antar lembaga yang memiliki hubungan kerja untuk melakukan pengawasan orang asing. serta adanya penerapan SOP Security Clearence terkait pengawasan orang asing terhadap penyedia layanan bandara penerbangan, angkutan laut, hotel dan penginapan secara bersama antar instansi/lembaga. Tidak adanya ketegasan aturan tentang sanksi wajib lapor bagi orang asing (pihak sponsor/penyedia tempat tinggal) ke kantor Kepolisian setempat.
Kapolda menambahkan, peredaran gelap Narkotika di wilayah Polda Kepulauan Riau, akibat banyaknya pelabuhan-pelabuhan tikus/tidak resmi karena wilayah Kepulauan Riau terdiri dari 2.408 pulau besar dan kecil (95% wilayah perairan dan 5% wilayah daratan), Minimnya Alsus (Kapal Patroli, Alsus Reserse berupa Intercept 2G dan 3G,) guna mendukung pengungkapan peredaran gelap Narkotika, Terbatasnya Satwa K-9 khusus Deteksi Narkotika (mengingat banyaknya pelabuhan-pelabuhan resmi maupun pelabuhan tidak resmi dan terbatasnya jumlah personel dan anggaran dalam penanganan Tindak Pidana Narkotika.
APRI @www.rasio.co | Ikawati Ratna Dewi