RASIO.CO – Masjid Baiturrahman yang berdiri begitu megahnya ini berada di Kelurahan Teluk Air Kecamatan Karimun dan Merupakan Mesjid terbesar Kedua di Bumi Berazam.
Pada lantai satu mesjid Baiturrahman terdapat lima pintu yang menandakan pelaksanaan shalat lima Waktu, sementara di Lantai dua memiliki 7 Pintu. Terdapat 7 Tangga, 2 disisi utara, 2 disisi selatan, 2 disisi Timun dan merupakan tangga utama di masjid Baiturrahman sedangkan 1 nya lagi berada di bagian Utara untuk mengakses imam masjid. Yang masing-masing berjumlah 17 Anak Tangga, yang bermakna jumlah rakaat dalam shalat sehari semalam.
Akses untuk menuju ke Mesjid Baiturrahman sangat mudah karena masjid baiturrahman terletah di pusat Kota Tanjungbalai Karimun Kepri, untuk akses dapat ditempuh dengan menggunakan motor ataupun mobil dalam waktu kurang lebih 5 menitan dari pelabuhan domestik tanjung Balai Karimun dan berdiri merah diatas sebuah bukit teluk air.
Masjid Agung Karimun
Berdiri Megah di atas sebuah bukit di Kawasa Poros, Masjid agung Karimun adalah salah satu landmark Kota TanjungBalai Karimun (Meral). Jangan luput menyambangi kalau tengah berdatang Ke Tanjung Balai Karimun untuk berwisata religi sekaligus melihat dari dekat kemegahan dan Keunikannya.
Dari prasasti yang terpampang di Halaman depan mesjid, diketahui bahwa masjid ini dibangun pada tahun 2003. Peletakan batu pertamanya, dilakukan oleh Bupati Kabupaten Karimun saat itu masih dijabat oleh Drs HM Sani. Hebatnya, Prosesi peletakan batu pertama ini selain dihadiri oleh Menteri Agama RI Prof Dr Said Agil Siraj, juga disaksikan oleh enam duta besar negara sahabat mereka adalah YM Ribhi Y. Awad (Palestina), YM Dr Taufic Jaber (Lebanon), Siddiq Abun (Sudan), Abdurarahmane Prissi (Maroko), Dr Ahmad S (Yaman),serta YM Shaban Shahidi (Iran).
Masjid Al Mubaraq
Keberadaan Masjid Al Mubaraq yang terletak di Kecamatan Meral Tanjung Balai Karimun Kepri ini tidak lepas dari pendirinya, yakni raja Usman Bin Raja Ishak, Amir Karimun ketiga yang bergelar Engkau Andak pada 1301 Hijriah. Bangunan jauh lebih besar bila dibanding dengan Mesjid H Abdul Ghani (Masjid Buru) yang berada di Pulau Buru.
Kalau mesjid Buru hanya bisa menampung seratusan jemaah, namun Mesjid Al Mubaraq yang berukuran 10mx20m ini daya tampungnya lebih dari 500 jemaah. Setelah di perbesar teras dan halamannya kini bahkan bisa memuat 1.000 jemaah. Sejak awal, mesjid ini memang sengaja dibangun demikian karena posisinya yang berada di tengah-tengah masyarakat yang sudah ramai.
Berbagai literature menyebut, kejayaan Karimun tidak lepas dari peran besar Amir Karimun pertama yaitu Raja Abdullah bin Raja Haji Ahmad atau Engkau Haji Tua yang bergelar Raja Abdullah Karimun. Semasa Pemerintahaanya, Karimun mengalami kemajuan pesar yang mengundang para pendatang dari pelosok negeri, termasuk orang-orang Tionghoa untuk menetap, terlebih ketika dibuka pabrik pengolahan timah oleh Van Den Bosch bernama Monos. Karena banyaknya pendatang inilah, saatnya mendirikan masjid Meral, Raja Usman bin Raja Ishak, melakukan perancanaan matang, yakni membangun dalam ukuran yang besar. Dengan harapan bisa menampung banyak jamaah, yakni warga muslim yang berdiam di Meral, Tanjung balai dan sekitarnya.
Masjid Haji Abdul Ghani
Inilah masjid tertua di Kabupaten Karimun. Dibangun oleh Raja Abdul Ghani bin Raja Idris bin Raja Haji Fisbillilah, seorang amir pertama yang ada di Pulau Buru. Belum ada catatan Pasti tahun berapa didirikan, namun yang pasti mesjid ini dibangun pada Pertengahan abad ke-19 yakni semasa kerajaan Riau-Lingga diperintah oleh Sultan Abdul Rahman Muazzamsyah (1883-1911)
Karena dibagun oleh Raja Abdul Ghani maka mesjid ini pun dimanamai Masjid H Abdul Ghani. Namun belakangan, orang justru kerap lebih mengenal mesjid ini dengan sebutan Mesjid Buru karena terletak di Pulau Buru.
Vihara Cetiya Tri Dharma ( Bu Sua Teng )
Bukti pulau Buru kaya atas catatan sejarah tidak terbatas pada keberadaan situs berupa makam, perigi atau masjid. Kalau mau menyusuri, Anda masih bisa menyusuri dan menemukan satu lagi tapak bersejarah lain yang masih berumur seratus tahun lebih, yakni Vihara Cetiya Tri Dharma.
Dulu, sebelum resmi bernama Cetiya Tri Dharma, viara ini merupakan klenteng bernama Bu Sua Teng, Kendati telah berganti sebutan namun nama Bu Sua Teng hingga kini masih terpampang jelas di atas pintu masuk bangunan utamanya. Pada masa awal pendirian, vihara ini hanya dimiliki oleh satu ruang yakni bangunan utama yang berukuran sekitar 10mx5m.
Prasasti Pasir Panjang
Prasasti berupa tulisan yang dipahat di atas granit raksasa yang terletak di kaki gunung jantan, kelurahan Pasir Panjang Kecamatan Meral Barat ini diyakini telah ada sejah abad ke-IX atau ke-X. Ditemukan pertama kali oleh seorang ahli pertaniaan kebangsaan Belanda bernama K. F Holle. Penemuan itu kemudia pada 14 juli 1873 dilaporkan oleh K.F Holle ke Pemerintah Belanda yaitu Bataviaasch Genootehap van koonstenen Wetenschapen di Batavia. Lalu dalam kurun waktu tidak terlalu lama, gambar prasasti itu telah sampat di British Museum yang akhirnya menarik para peneliti datang ke Karimun untuk melakukan penelitian.
Tulisan di Prasasti itu terdiri dari enam baris terpisah. Oleh Ahli sejarah Dr. Brandes berhasil ditranskripsi dan diterjemahkan yang bunyinya sebagai berikut : Mahayanika. Galayanstritasri. Gautamasripada. Mahayanika. Golapanitasri. Gautamasripada. Prasasti tersebut ditulisan dalam huruf sansekerta, Prasasti itu ditulis oleh seorang rohaniawan Budha yang intinya bertemakan pemujaan kepada sang Budha Mahayana.
APRI @www.rasio.co | Wisatago