Apakah Ada Nepotisme di Indonesia

1
1906

Dari segi bahasa, nepotisme berasal dari bahasa Latin yakni Nepos yang berarti anak saudara. Berdasarkan “Kamus Antarabangsa Ketiga Webster”, nepotisme mengacu pada pelantikan anak saudara atau saudara-saudara lain pada suatu jabatan berdasarkan hubungan dan bukannya kelayakan seseorang individu.

Menurut Ozsemerci, nepotisme bisa ditafsirkan sebagai pencapaian proses pengambilan dan proses pemilihan, promosi, penyediaan keadaan kerja yang lebih baik dan keuntungan yang serupa tanpa mempertimbangkan pengetahuan, kebolehan, kemahiran, tahap pendidikan dan pengalaman yang bersangkutan melainkan disebabkan hubungan kekeluargaan mereka.

Menurut Jones dan Stout, nepotisme mengacu pada satu bentuk proses pemilihan pekerja yang memberi keutamaan kepada ahli keluarga untuk memenuhi peluang pekerjaan yang ada.

Kebanyakan situasi ini berlaku dalam organisasi perniagaan yang dijalankan oleh ahli keluarga sendiri atau lebih dikenal sebagai perniagaan keluarga.

Sistem kekeluargaan akan memilih orang-orang dari kelompok atau keluarganya untuk diangkat dalam pekerjaan atau jabatan tertentu. Akibatnya mereka yang tidak termasuk dalam kelompok atau keluarga tersebut akan menganggap nepotisme sebagai diskriminasi.

Selain diskriminatif, nepotisme menjadikan lembaga publik seperti bisnis keluarga, merugikan publik. Pihak luar akan memandangnya sebagai praktik yang buruk dan tidak adil.

Dampaknya, nepotisme menjadi sikap yang merusak keharmonisan masyarakat, sedangkan orang-orang di luar kelompok akan mencoba cara lain demi bertahan hidup. Nepotisme juga merupakan pintu masuk tindakan korupsi yang merugikan keuangan negara.

Nepotisme menjadi fenomena yang dipandang tidak bermoral dan tidak adil bagi orang-orang yang tidak mendapat keuntungan darinya. Namun begitu, hal ini bisa juga berlaku di sektor manapun baik sektor swasta maupun sektor awam.

Maka, nepotisme tidak boleh dianggap sebagai fenomena yang wajar digunakan dalam proses pemilihan pekerja karena mempunyai perspektif yang negatif.

Di Indonesia nepotisme terjadi dalam berbagai instansi. Kita dapat ambil contoh di instansi pemerintah daerah (Pemda). Faktor keluarga dalam pengangkatan pejabat lingkungan pemda masih kerap ditemui dan sudah menjadi rahasia umum.

Keadaan tersebut tidak banyak yang terpublikasi secara luas, hanya diketahui orang-orang di lingkungan kerjanya. Contoh nepotisme yang ada di Indonesia seperti anak pemerintah daerah dengan mudah mendapatkan pekerjaan di pemda, anak seorang polisi dengan mudah lolos tes polisi, Seorang siswa yang ditunjuk untuk menjadi ketua Osis, padahal masih ada siswa lainnya yang berkemampuan lebih untuk menjadi ketua Osis.

Berhubung dia merupakan anak guru, prosesnya menjadi ketua Osis lebih dipermudah oleh sekolah. Seorang karyawan yang dipermudah proses ijin cutinya, karena ia merupakan anak sang pemilik pabrik. Walaupun semua persyaratan ijinnya belum memenuhi ketentuan yang ada.

Larangan nepotisme bukan berarti anggota keluarga dilarang memperoleh jabatan. Namun hal ini bertujuan untuk mencegah pejabat menyalahgunakan kewenangannya dalam memberikan anggota keluarganya pekerjaan publik di dalam lembaga publik. Pejabat tidak boleh menggunakan kewenangan subjektif atas nama publik untuk mengutamakan anggota keluarga daripada orang lain yang lebih kompeten.

Nepotisme bagi penyelenggara negara cenderung menyebabkan ketidakterbukaan dan ketidakadilan ketika memberikan pekerjaan publik. Ketidakadilan tersebut terlihat karena alih-alih memilih orang yang ahli dan kompeten dalam suatu pekerjaan, justru anggota keluargalah yang dipilih.

Regulasi terkait nepotisme di Indonesia tertuang dalam UU Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dan Bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. UU tersebut terlebih dahulu menjelaskan pentingnya penindakan pada kolusi serta nepotisme sehingga diharap dapat mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.

Apa saja yang termasuk perbuatan nepotisme? Tertuang dalam Pasal 1 angka 5 UU tersebut, “Nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.”

Warga yang terbukti melakukan nepotisme akan mendapat hukuman seperti yang termasuk dalam Pasal 22. Setiap Penyelenggara Negara atau Anggota Komisi Pemeriksa yang melakukan nepotisme dipidana penjara paling singkat dua tahun dan paling lama 12 tahun. Selain itu, pelaku juga didenda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Terlepas dari dampak negatifnya, nepotisme sebenarnya tidak selalu buruk. Nepotisme adalah cerminan dari kekerabatan. Sifat tersebut melekat sebagai bagian dr sistem sosial di Indonesia. Selama mereka yang dipilih sebagai pejabat memiliki kecocokan dengan jabatannya seharusnya tidak masalah.

Sebagai contoh seorang pengusaha memiliki kenalan dengan IQ tinggi serta kapabilitas sesuai integritas dan karakter yang dibutuhkan organisasinya. Tidak ada alasan untuk menolaknya bekerja di perusahaan. Kemudian di tahap selanjutnya perlu dilakukan seleksi pada orang tersebut.

Nepotisme dalam pemilihan pejabat sebaiknya tidak dijadikan tradisi. Selain tidak adil bagi orang lain, nepotisme membuka peluang korupsi maupun tindak pidana lain. Hal ini terjadi di masa orde baru Presiden Soeharto sehingga sampai dikenal istilah “korupsi, kolusi, dan nepotisme” (KKN). Selain itu, nepotisme juga dilarang oleh UU Nomor 28 Tahun 1999.

Oleh: IMAM AULIA RAHMAN

Mahasiswa Stisipol Raja Haji

Print Friendly, PDF & Email


1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini