Oleh: Oktavianti Mahasiswa Program Studi Administrasi Publik Stisipol Raja Haji.
Pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo tercatat memiliki harta kekayaan puluhan miliar sejak beberapa tahun lalu, ditopang oleh aset tanah dan bangunan.
Harta Rafael tercatat lebih tinggi dari Dirjen Pajak maupun Menteri Keuangan. Masyarakat kemudian menemukan bahwa Rafael, pejabat eselon III Kemenkeu melaporkan harta kekayaan Rp56,1 miliar pada 2021.
Angka itu melebihi laporan harta kekayaan atasannya, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo yaitu Rp14,4 miliar (2021) dan mendekati laporan harta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yaitu Rp58,04 miliar (2021). (Bisnis.com diakses 11 Maret 2023).
Setelah itu Komisi Pemberantasan Korupsi juga mulai menyelidiki Kepala Kantor Bea dan Cukai Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan terkuaknya kasus ini masyarakat mendorong KPK untuk melakukan audit forensik harta kekayaan para pejabat negara.
Masyarakat kecewa dengan pelayanan yang kurang baik dari para birokrat. Kekecewaan itu semakin bertambah dengan melihat gaya hedonis para pejabat dan birokrat. Gaya hidup mewah ini menjadi sumber kecurigaan rakyat. Rakyat curiga harta yang dipamerkan adalah hasil dari penyalahgunaan kekuasaan yaitu korupsi. Hal ini menjadi petanyaan apakah perlunya audit secara berkala para pejabat dan birokrat?
Audit forensik terdiri dari dua kata, yaitu audit dan forensik. Audit adalah tindakan untuk membandingkan kesesuaian antara kondisi dan kriteria. Sementara forensik adalah segala hal yang bisa diperdebatkan di muka hukum/pengadilan. Tujuan dari audit forensik adalah mendeteksi atau mencegah berbagai jenis kecurangan (fraud). Penggunaan auditor untuk melaksanakan audit forensik telah tumbuh pesat.
Audit Forensik menurut Charterji (2009) dalam Purjono (2012) Audit Forensik (forensic auditing) didefinisikan sebagai aplikasi keahlian mengaudit atas suatu keadaan yang memiliki konsekuensi hukum. Menurut Wiratmaja (2010) audit forensik merupakan suatu pengujian mengenai bukti atas suatu pernyataan atau pengungkapan informasi keuangan untuk menentukan keterkaitannya dengan ukuran-ukuran standar yang memadai untuk kebutuhan pembuktian di pengadilan. Audit forensik merupakan perluasan dari penerapan prosedur audit standar ke arah pengumpulan bukti untuk kebutuhan persidangan di pengadilan. Audit ini meliputi prosedur-prosedur atau tahapan- tahapan tertentu yang dilakukan dengan maksud untuk menghasilkan bukti.
Teknik-teknik yang digunakan audit untuk mengidentifikasi dan menggabungkan bukti-bukti guna membuktikan, seperti berapa lama fraud telah dilakukan, bagaimana cara melakukan fraud tersebut, berapa besar jumlahnya, di mana dilakukannya, serta oleh siapa pelakunya (Purjono, 2012 dalam Astuti,
N. P. S. (2013). Fraud adalah suatu kecurangan antara lain korupsi, penggunaan aset yang tidak selayaknya (asset misappropriation), dan fraud atas laporan keuangan.
Audit forensik mampu secara efektif mencegah, mengetahui atau mengungkapkan, dan menyelesaikan kasus korupsi melalui tindakan preventif, detektif, dan represif (Wiratmaja, 2010). Strategi preventif dibuat dan
dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya praktek korupsi untuk dapat meminimalkan penyebab korupsi serta peluang untuk melakukan korupsi. Pada strategi detektif dilaksanakan untuk kasus korupsi yang telah terjadi, maka kasus tersebut dapat diketahui dalam waktu singkat dan akurat untuk mencegah terjadinya kemungkinan kerugian yang lebih besar. Strategi reprensif diarahkan untuk memberikan sanksi hukum kepada pihak yang terlibat dalam praktik korupsi.
Korupsi bukan merupakan hal yang asing di lingkungan masyarakat. Korupsi di birokrasi pemerintahan sudah seakan mengakar sejak birokrasi tersebut berdiri. Korupsi menjadi masalah yang menghambat pembangunan Indonesia yang juga bisa menjadi faktor terjadinya krisis keuangan di Indonesia. Banyak oknum pejabat yang mementingkan diri sendiri dan melupakan integritas. Dorongan dari pribadi dan tekanan pihak luar mempengaruhi terjadinya korupsi, sementara penegakan hukum masih lemah. Hal ini yang membuat audit forensik harus dilakukan kepada para pejabat negera yang mempunyai harta yang jumlahnya di luar nalar.
Audit forensik dalam penerapannya di Indonesia hanya digunakan untuk mendeteksi dan investigasi fraud, deteksi kerugian keuangan, serta untuk menjadi saksi ahli di pengadilan. Audit forensik sangat dibutuhkan sehubungan dengan gerakan pemberantasan korupsi. Audit forensik pernah dilakukan di Indonesia pada tahun 1997 pada saat terjadi krisis keuangan. Audit forensik sangat membantu dalam mewujudkan good governance di Indonesia.
Namun dapat kita lihat sampai sekarang masih banyak para pejabat yang pamer harta di media sosial, hal ini menunjukkan kurangnya audit forensik yang dilakukan. Kebanyakan audit forensik di Indonesia dilakukan saat kasus tentang kekayaan pejabat naik ke permukaan saja. Seharusnya audit tidak hanya dilakukan menunggu adanya kasus yang mucul, audit harusnya dilakukan secara berkala agar meminimalisir jumlah korupsi di negara ini.
Peran audit forensik harus terus ditingkatkan terutama untuk membentuk individu dari para auditor yang anti fraud, karena keberhasilan audit forensik ditentukan oleh auditor itu sendiri. Hukuman untuk para pelaku fraud juga harus ditegakkan. Karena tampaknya para pelaku fraud kebal dengan hukum yang ada.
Nampaknya, koruptor tidak takut masuk bui. Melainkan lebih takut di-miskin-kan (Helmi Supriyatno, 2023) Memperbanyak pelatihan serta pendidikan untuk para auditor guna mengembangkan keahlian auditor tersebut, terutama di bidang investigasi. Peningkatan kualitas pengendalian intern di bidang pemerintah akan mengurangi penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan serta dapat meningkatkan integritas pejabat dan pegawai pemerintahan yang pada akhirnya wibawa pemerintahan di mata masyarakat akan semakin baik.