RASIO.CO, Batam – Forum Pengusaha Pribumi Kepulauan Riau mengingatkan masyarakat dan Pengusaha yang ada di Batam agar berhati-hati dan lebih teliti atas rencana yang disampaikan oleh BP Batam melalui media massa hari ini bahwa akan melelang lahan-lahan yang belum dibangun kepada masyarakat.
Aturan baru BP Batam tersebut tertuang dalam Peraturan Kepala (Perka) Nomor 11 Tahun 2017 pada bulan ini, alokasi lahan baru harus melalui mekanisme lelang.
Melalui rilis yang diterima media rasio, Luter Jansen, Ketua DPD Forum Pengusaha Pribumi Indonesia (FORPPI) Kepulauan Riau menuturkan, tanah yang sudah dialokasikan sebelumnya kepada perusahaan atau perorangan dan telah lunas UWTO, sebagian besar sudah mendapat sertifikat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“jika BP melelang kembali lahan tersebut dan memberikannya kepada pihak lain, akan banyak konsekuensi hukum yang muncul, tidak mungkin BPN mengeluarkan kembali sertifikat diatas lahan yang sudah dia sertifikasi sebelumnya apalagi UWTO juga sudah dibayar lunas” papar Luter. Kamis(06/07/2017).
Jika hal tersebut dipaksakan, Luter khawatir, akan sangat banyak terjadi gugatan hukum dan bisa mengorbankan masyarakat yang tergiur pembelian lahan melalui lelang tersebut.
“Masalahnya tidak sederhana, pada akhirnya bisa saling klaim sebagai pemilik yang sah,” kata Luter.
Pihak BP menurut Luter sebaiknya selesaikan dulu duduk persoalan lahan di Batam. Lahan yang belum terbangun di Batam sebagian besar akibat rumitnya penyelesaian dokumen administratif di BP sendiri, sehingga pembangunan belum bisa dilakukan oleh pemilik lahan.
“sebaiknya saling instropeksi, tanya pemilik lahan apa kendalanya sampai belum terbangun,” ujarnya.
Beberapa bulan terakhir, FORPPI sudah mendapat banyak keluhan dari pengusaha baik akibat pengelolaan lahan di BP Batam maupun masalah lainnya seperti kenaikan tarif UWTO dalam Peraturan Kepala BP Batam yang baru, sampai masalah kepelabuhanan.
Untuk memberikan kepastian hukum, maka para pengusaha yang tergabung dalam FORPPI akan melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas beberapa Peraturan Kepala BP Batam yang dinilai kontroversial dan terindikasi terjadi pertentangan hukum dengan aturan hukum yang lebih tinggi.
“Setelah melihat realitas atas masalah peraturan yang dikeluarkan BP Batam, kami memilih menguji keabsahan peraturan tersebut melalui mekanisme hukum yakni PTUN,” terang Luter.
Gugatan tersebut akan segera dilayangkan ke pengadilan. FORPPI saat ini bersama dengan tim hukum sedang membuat kajian untuk memastikan poin-poin yang menjadi materi gugatan.
“Begitu materi lengkap dan legal standing memenuhi syarat, gugatan segera di daftarkan,” tegas Luter.
FORPPI dibawah komandi Capt. Luter menyatakan siap menggalang dana untuk melakukan gugatan ke PTUN sekaligus gugatan pembubaran BP di MA dan MK.
Tujuannya tidak lain untuk memberikan kepastian hukum berusaha dan sekaligus mencegah terjadinya degradasi ekonomi Batam yang sudah sangat berat saat ini.
Dalam kesempatan yang sama, Luter juga mengkritisi cara BP Batam menaikkan pendapatan dengan menaikkan tarif UWTO dan tarif sewa di Bandara. Pendapatan dari kedua sector ini seharusnya tidak bisa lagi jadi andalan.
Alasannya sederhana, UWTO tak bisa naik terus apalagi luas lahan makin terbatas, sehingga setiap tahun pasti akan berkurang. Sewa kios atau toko di bandara jika terus naik bisa berdampak pada harga jual pedagang yang mahal yang pada akhirnya tidak mau orang berbelanja.
Luter mengingatkan bahwa bisnis yang bisa dikelola BP seperti pelabuhan justru tidak dioptimalkan. Pelabuhan container di Batuampar harusnya diperbesar agar makin banyak kapal masuk sehingga pendapatan BP dari kapal yang bersandar di pelabuhan menjadi naik.
Demikian halnya dengan bandara, harusnya optimalisasi jumlah penerbangan domestic dan internasional dilakukan segera.
“jika penerbangan makin banyak, otomatis pendapatan BP dari bandara naik,” kata Luter. Luter berharap, BP memikirkan kembali kebijakan yang dikeluarkan agar tidak berdampak buruk bagi dunia usaha dan masyarakat Kota Batam.
APRI @www.rasio.co|