Warga Gugat UU Pensiun DPR, Nilai Bebani APBN Rp226 Miliar

0
1074
Foto/Ist

RASIO.CO, Jakarta – Dua warga bernama Lita Linggayani Gading dan Syamsul Jahidin mengajukan gugatan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administrasi Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara. Mereka meminta agar MK menghapus ketentuan pensiun bagi Anggota DPR.

Mengutip laman detiknews, Rabu (1/10), gugatan dengan nomor perkara 176/PUU-XXIII/2025 ini diajukan terhadap Pasal 1 huruf a, Pasal 1 huruf f, dan Pasal 12 UU Nomor 12/1980.

Pemohon mempersoalkan status Anggota DPR sebagai bagian dari Lembaga Tinggi Negara sehingga berhak atas pensiun seumur hidup, meski hanya menjabat satu periode atau lima tahun.

“Tidak seperti pekerja biasa, anggota DPR tetap berhak atas uang pensiun meski hanya menjabat satu periode alias lima tahun. Hak ini dijamin UU Nomor 12 Tahun 1980,” ujar pemohon.

Besaran pensiun pokok dihitung 1% dari dasar pensiun untuk tiap bulan masa jabatan. Selain itu, berdasarkan Surat Menkeu Nomor S-520/MK.02/2016 dan Surat Edaran Setjen DPR Nomor KU.00/9414/DPR RI/XII/2010, pensiun DPR sekitar 60% dari gaji pokok.

Selain pensiun bulanan, anggota DPR juga berhak mendapat tunjangan hari tua (THT) Rp15 juta yang dibayarkan satu kali. Pemohon membandingkan hal ini dengan pekerja pada umumnya yang harus menabung melalui BPJS Ketenagakerjaan atau program pensiun lain dengan syarat tertentu.

“Rakyat biasa harus menabung lewat BPJS atau program pensiun lain yang penuh syarat, sementara anggota DPR mendapat pensiun seumur hidup hanya dengan sekali duduk di kursi parlemen,” kata pemohon.

Pemohon juga membandingkan dengan ketentuan pensiun untuk hakim, ASN, anggota TNI/Polri, hingga BPK, yang baru berhak menerima pensiun setelah masa kerja 10 hingga 35 tahun.

Dengan perhitungan rata-rata sejak UU 12/1980 diundangkan, pemohon menyebut ada 5.175 orang mantan anggota DPR hingga 2025 yang menjadi penerima manfaat pensiun, dengan total beban APBN sebesar Rp226 miliar.

Pemohon menilai hak pensiun DPR merugikan mereka sebagai wajib pajak karena uang pajak digunakan untuk membayar manfaat tersebut.

Dalam petitumnya, pemohon meminta MK:

1.        Mengabulkan permohonan untuk seluruhnya.

2.        Menyatakan Pasal 1 huruf a UU 12/1980 bertentangan bersyarat dengan UUD 1945 dan tidak mengikat sepanjang tidak dimaknai: Lembaga Tinggi Negara adalah Dewan Pertimbangan Agung, BPK, dan MA, tidak termasuk Presiden.

3.        Menyatakan Pasal 1 huruf f UU 12/1980 bertentangan bersyarat dengan UUD 1945 dan tidak mengikat sepanjang tidak dimaknai: Anggota Lembaga Tinggi Negara adalah anggota DPA, BPK, dan hakim MA.

4.        Menyatakan Pasal 12 ayat 1 UU 12/1980 bertentangan bersyarat dengan UUD 1945 dan tidak mengikat sepanjang tidak dimaknai: Pimpinan dan Anggota Lembaga Tinggi Negara, tidak termasuk Anggota DPR, berhak memperoleh pensiun.

5.        Memerintahkan pemuatan putusan dalam Berita Negara RI.

Sebagai alternatif, pemohon juga memohon MK menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

***

Print Friendly, PDF & Email




TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini