Akademisi Tuding Bright PLN Batam Terapkan Sistem Ekonomi Kapitalis
Tanggapi Kebijakan Kenaikan Tarif Listrik Batam Mencapai 45,5 Persen
RASIO.CO, Batam – Jelang pembahasan tuntutan masyarakat Batam yang menuntut Tarif Listrik Batam (TLB) diturunkan menjadi 10 persen mengacu pada Tarif Dasar Listrik (TDL), suara kritis makin menyeruak. Kali ini, kalangan akademisi angkat bicara menyikapi sikap unsur pimpinan daerah Kepri yang tak tegas memihak masyarakat, bahkan cenderung membela Bright PLN Batam.
BACA: LP-KPK Kepri Nilai PLN Batam Kejar Untung, Rugikan Masyarakat
Pegiat Hukum Publik dari Universitas Riau Kepulauan (Unrika) Batam, Tri Artanto ketika disambangi RASIO MEDIA di Kampus I Unrika Batuaji, Batam, Kamis (27/4) mengaku pesimis dengan sikap politik manajemen Bright PLN Batam bersama-sama Gubernur Kepri Nurdin Basirun, perwakilan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kepri dan Aliansi Masyarakat Peduli Listrik (AMPLI) yang mau membahas desakan masyarakat yang menuntut TLB diturunkan dari 45,5 persen menjadi 10 persen.
“Ciri-ciri terapan sistem ekonomi kapitalis ya begitu,” katanya bernada serius.
Sebab, lanjut Tri, jika manajemen Bright PLN Batam tidak merasa mengusulkan 45,5 persen hingga akhirnya diteken Nurdin Basirun selaku Kepala Daerah tentu kebijakan dalam bentuk Peraturan Gubernur Nomor 21 Tahun 2017 tidak akan terbit dan masyarakat pun tak resah. Jika sudah terbit begini, berarti campur tangan perwakilan rakyat di DPRD Kepri dalam mempertimbangkan rencana kebijakan di DPRD Kepri pun ada tanpa bisa mengelak.
Buktinya, salah seorang Wakil Ketua DPRD Kepri, Amir Hakim Siregar di salah satu media di Batam pada Rabu (26/4) tegas meminta gubernur tidak merevisi pergub yang baru saja diterbitkan itu.
Perlu diketahui, penyesuaian tarif listrik yang dilakukan dalam dua tahap sesuai dengan rekomendasi dan petunjuk teknis Pemerintah Provinsi Kepri.
Penyesuaian tarif yang dilakukan dengan menyesuaikan tarif listrik untuk segmen/golongan rumah tangga (konsumtif) R1/1300 VA, R1/2200 VA, R2 di atas 2200 VA dan Sosial Komersil S3/TM di atas 200 kVA karena adanya kenaikan Biaya Pokok Produksi (BPP) tenaga listrik.
Kenaikan tarif ini pengaruh biaya pokok produksi (BPP) dengan nilai tukar dolar Amerika terhadap rupiah dan pembelian harga energi primer dan tingkat inflasi.
Untuk penyesuaian tarif saat ini, persentase setiap pelanggan akan berbeda-beda sesuai dengan pemakaian masing-masing pelanggan.
Samsul menegaskan, penyesuaian tarif listrik Batam masih lebih rendah 17,53 persen untuk golongan R1/1300 VA dari tarif nasional, sedangkan untuk R1/2200 VA lebih rendah 14,02 persen dari tarif nasional.
BPP dihitung mulai dari pembelian bahan baku primer hingga pendistribusian listrik ke pelanggan.
Kini, Bright PLN Batam memberlakukan tarif baru tahap pertama untuk beberapa golongan di atas, R1/1300 VA dari Rp 930.74,-/Kwh tarif baru menjadi Rp 1.210,-/Kwh, untuk R1/2200 VA dari Rp 970.01,-/Kwh tarif baru menjadi Rp 1.261/Kwh,diatas 2200VA dari Rp 1.436,-/Kwh tarif baru menjadi Rp 1.508,-/Kwh.
Sedangkan untuk S3 Sosial Komersil 200 kVA ke atas dari Rp 843,- /Kwh tarif baru menjadi Rp 885,-/Kwh.
Penerapan TLB tersebut berdasarkan Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, Peraturan Gubernur No.21 tahun 2017 tentang Tarif Tenaga Listrik yang disediakan Oleh PT. Pelayanan Listrik Nasional Batam, Surat Petunjuk Teknis Gubernur Kepri No.671.S3/20.01/LISTRIK/ESDM/III/2017 tentang Pemberlakuan Tarif Tenaga Listrik PT. PLN Batam dan dalam rangka kontiniutas layanan ketenagalistrikan PT. PLN Batam untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat dalam jumlah yang cukup, bermutu dan handal, dengan ini diinformasikan Tarif Listrik Batam 2017 sesuai dengan Peraturan Gubernur Provinsi Kepulauan Riau Nomor 21 Tahun 2017.
Dilain tempat, pegiat ekonomi publik dari kampus yang sama, Firdaus Hamka pun menyayangkan sikap manajemen Bright PLN Batam menaikan tarif disaat kondisi daya beli masyarakat relatif masih lemah. Kenaikan itu, kata Firdaus, kebijakan itu sebagai bentuk kepanikan berlebihan dalam merespon fluktuasi laba. Kepanikan itulah yang menyebabkan Bright PLN Batam merujuk pada pendapatan dan laba usaha yang tidak mencapai target, contoh tahun 2014 – 2015 realisasi pendapatan usaha hanya tercapai pada kisaran pada 87.22 persen dari target, kemudian laba usaha 22,32 persen dari target.
Namun intinya periode tahun 2015 PLN Bright Batam membukukan laba. Kemudian, merujuk pada annual report PLN Bright Batam periode 2010 – 2015 secara umum kinerja keuangan PLN Bright Batam kinerja dalam keadaan sehat.
Hal ini, lanjut dosen di Fakultas Ekonomi Unrika Batam ini bisa dilihat dari komponen profit perusahan baik pendapatan operasi dan laba usaha bergerak positif, begitupun kas dan setara kas kecendrungan naik dari tahun ketahun, begitupun semua beban tunjangan dan insentif karyawan naik dari tahun ketahun.
Menariknya terdapat lonjakan kenaikan aset dari tahun 2014 ke 2015 secara signifikan menembus 100 persen, namun dampak kinerja perusahaan dalam keadaan stabil seperti rasio solvabilitas dan likuditas pada tahun 2015 lebih baik dari tahun 2014, begitupun tingkat rasio profitabilitas cenderung positif.
Menurutnya dapat disimpulkan bahwa, tidak ada alasan kuat sektor keuangan menjadi dasar untuk kenaikan tarif listik, sedangkan faktor eksternal seperti tingkat inflasi, kurs, dan harga bbm pada periode tahun 2014-2015 relatif stabil atau dengan kata lain tidak ada fluktuasi yang signifikan.
Jika karena alasan untuk melakukan investasi atau ekspansi, idealnya dialokasikan dari komponen modal bukan membebankan pada konsumen dengan menaikkan tarif yang serta merta dengan tingkat yang fantastis menembus 40 – 50 persen.
“Saya kira Pemrov Kepri dalam hal ini harus cermat merepson dan membuat kebijakan serta keputusan terkait hal ini,” katanya.
ANDRI ARIANTO @www.rasio.co