RASIO.CO, Batam – Perseteruan sengketa yang terjadi antara pengembang dan kontraktor untuk membangun pulau Janda Berias menjadi tempat penyimpanan minyak terus bergulir, dimana Kontraktor PT Sinomart Development, anak perusahaan minyak asal China serius melajutkan pembaguna kembali dan meminta kepastian berupa jaminan pemerintah.
Permasalahan antara PT Mas Capital Trust, PT Batam Centralindo dengan Sinomart sebagai kontraktor membangun Depo minyak dipulau Janda Berias seluas 75 hektar dari luas lahan seluruhnya 130 hektar sudah berlanjut keranah hukum bahkan Polda Kepri sesuai laporan LP-B/93/XI/2015/Ditkrimum yang dilanjutkan dengan SP.Sidik/176.a/XI/2015 menetapkan Direktur keuangan, ek-direktur utama dan Komisaris dimana ketiganya WNA China sebagai tersangka.
Menanggapi kisruh mandeknya investasi pembangunan depo minyak di Pulau Janda Berhias Batam, Perwakilan PT Sinomart, Oesman Hasyim, menjelaskan, PT West Point Terminal merupakan perusahaan joint venture untuk pembangunan depo minyak di Pulau Janda Berhias, bersama perusahaan lain yang berencana menanamkan modal Rp7,5 triliun. Dimana PT Sinomart merupakan pemegang saham sebesar 95 persen.
“Untuk pembangunan telah membayar sewa lahan untuk jangka waktu 50 tahun kepada PT Batam Sentralindo (BS) lebih dari 100 juta Dollar Singapura,” kata Oesman kepada wartawan di Restoran Saung Sunda Sawargi, Batam Center, Rabu (1/3/2017).
Menurutnya, PT Sinomart tidak perlu melakukan lelang dalam pembangunan depo minyak tersebut karena memiliki saham 95 persen di perusahaan joint venture tersebut. Semua kebijakan adalah hasil persetujuan bersama.
“Kalau merasa diperlakukan tidak adil, mereka gugat ke pengadilan negeri. Tapi masalah ini tak pernah digugat kok. Ini akal-akalan mereka saja,” kata Oesman.
Kata Oesman , bahwa PT Sinomart sangat serius untuk melanjutkan pembangunan depo minyak di Pulau Janda Berhias. Bahkan, apabila ada kerugian yang diakibatkan dari mandeknya pembangunan, akan diganti. Hal ini telah tiga kali dibahas oleh Pokja IV, di bawah koordinasi Satuan Tugas (Satgas) Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi sejak awal Januari 2017.
“Telah datang dari Hongkong, bahwa kami (PT Sinomart) serius. Persoalan ini sudah di tangan Pokja IV yang diketuai Menkumham. Sedangkan ketua Satgas itu Menko Perekonomian,” ungkapnya.
Namun pihak PT Sinomart tidak akan membawa persoalan tersebut ke hukum. Hanya ingin ada kepastian dari pemerintah untuk menjalankan proyek tersebut.
“Kalau pembangunan ini tidak lanjut merupakan kerugian besar, hilangnya kepercayaan investor luar negeri kepada kita,” tuturnya.
Selain itu, pembangunan depo minyak tersebut seharusnya dapat membantu ketahanan energi nasional dan menciptakan lapangan kerja yang sangat besar.
“Jadi kita menunggu jaminan dari pemerintah bahwa proyek ini akan jalan. Kalau sudah ada jaminan, kita langsung jalan. Kalau masalah uang adalah persoalan kecil,” terang Oesman.
Sementara itu, Julius Singara, Kuasa Hukum PT Batam Sentralindo di Batam mengatakan, perusahaan telah mengembangkan kawasan industri dari semula hanya 22 hektar daratan dari Otorita Batam menjadi kawasan industri siap pakai seluas 130 hektar.
“Kami membangun kawasan industri di pulau Janda Berhias ini lebih dari 7 tahun. Kami juga telah memenuhi seluruh persyaratan dan ketentuan yang berlaku. Reklamasi kawasan ini tidak mudah dan berisiko, karena lautnya cukup dalam. Tapi kami bersyukur saat ini PT BS berhasil membangun lahan industri siap pakai sesuai standar international untuk kepentingan ekonomi daerah dan nasional,” jelas Julius Singara, Kuasa Hukum PT Batam Sentralindo di Batam, Rabu (1/3/2017).
Dari total lahan industri siap pakai tersebut, sekitar 75 hektar sudah disewa oleh PT West Point Terminal (WPT). Perusahaan ini merupakan joint venture antara Sinomart KTS Development Limited (Sinomart) yang berkedudukan di Hongkong dengan PT Mas Capital Trust (MCT/Indonesia). Sinomart menguasai 95 persen dan MCT sebesar 5 persen saham. Perusahaan patungan ini bersepakat membangun depo minyak di kawasan industri di Pulau Janda Berhias, Batam.
Dalam perkembangannya, sejak kerjasama diteken pada tahun 2012, pembangunan proyek depo minyak ini tak kunjung terwujud. Salah satu penyebab terhentinya pembangunan proyek ini, awalnya karena terjadi pelanggaran perjanjian pemegang saham (shareholders agreement) oleh Sinomart.
Julius mengungkapkan, berdasarkan perjanjian pemegang saham, penunjukan kontraktor depo minyak di Batam harus melalui tender international dan hukum Indonesia. Namun, secara sepihak Sinomart berupaya menunjuk langsung anak usaha Sinopec Group sebagai general contractor.
Informasi tersebut diketahui melalui dokumen keterbukaan informasi (disclosure information) yang disampaikan Sinopec Kantons Holding Limited, pemegang saham Sinomart, kepada Hongkong Stock Exchange pada 18 November 2013.
Dalam informasi yang disebut sebagai “Batam Construction Project Framework Master Agreement” itu, Sinomart berhak menunjuk langsung Sinopec Engineering Group (Sinopec Group) sebagai general contractor depo minyak di Batam senilai US$ 738 juta.
Sebagai pembanding, nilai kontrak yang tercantum dalam ‘Batam Construction Project Framework Master Agreement’ dari Sinomart tersebut jauh diatas budgetary pricing yang pernah diajukan oleh 13 kontraktor internasional dari 6 negara yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia, Australia, Korea dan Belanda. Budgetary pricing yang ditawarkan kontraktor international untuk pembangunan proyek depo minyak di Batam ini memiliki nilai wajar sekitar US$ 582 juta.
“‘Batam Construction Project Framework Master Agreement’ merupakan pelanggaran terhadap perjanjian pemegang saham dan harganya jauh lebih tinggi dari budgetary pricing. Pemegang saham nasional keberatan atas kesepakatan tersebut, sehingga pembangunan depo minyak ini terhenti. Apalagi PT West Point Terminal juga tidak melaksanakan tender international secara transparan,” tandas Julius,” pungkasnya.
Apri @www.rasio.co |