RASIO.CO, Tanjungpinang – Nelayan di Desa Numbing, Kecamatan Bintan Pesisir, Kabupaten Bintan, mengungkapkan keberatan atas rencana sejumlah perusahaan tambang pasir laut yang akan beroperasi di kawasan tersebut.
Dikutip CNNIndonesia, aktivitas tambang ini direncanakan untuk diekspor ke Singapura, namun warga, terutama nelayan, khawatir akan dampak negatif terhadap lingkungan dan mata pencaharian mereka.
Salah seorang nelayan, Ijul, menyatakan bahwa meskipun mereka sudah mengikuti sosialisasi yang diadakan oleh perusahaan tambang, warga merasa keberatan terhadap aktivitas pengerukan pasir laut. Ia menilai pengerukan pasir akan merusak terumbu karang, menyebabkan air laut menjadi keruh, dan mengganggu ekosistem perikanan, yang akan menyulitkan mereka untuk mencari ikan.
“Saya keberatan kalau laut dikeruk, nanti kami nak cari ikan dimana lagi,” ungkap Ijul, mengungkapkan keprihatinannya terhadap dampak yang bisa ditimbulkan.
Menurut Ijul, hanya sedikit warga yang mendukung kegiatan tersebut, namun mereka yang setuju bukanlah nelayan dan tidak memahami potensi kerusakan ekosistem laut. Ia menambahkan, banyak nelayan yang menentang rencana tersebut karena takut sumber kehidupan mereka di laut akan terganggu.
Nelayan lain, Adek, juga menyuarakan kekhawatirannya. Ia menegaskan bahwa aktivitas tambang pasir laut dapat berdampak langsung pada kehidupan nelayan kecil seperti dirinya. “Kami mau bekerja apa lagi, kalau tidak melaut,” katanya, menambahkan bahwa meskipun perusahaan menjanjikan dana kompensasi, jumlah tersebut tidak sebanding dengan dampak lingkungan yang akan ditimbulkan.
Adek berharap pemerintah daerah dan perusahaan mempertimbangkan kembali rencana tersebut, agar nelayan tidak kehilangan mata pencaharian mereka.
Camat Bintan Berkomentar
Camat Bintan, Assun Ani, mengungkapkan bahwa dua dari empat perusahaan tambang yang terlibat, yakni PT. Galian Sukses Mandiri (GSM) dan PT. Berkah Lautan Kepri (BLK), telah melakukan sosialisasi dengan warga di Desa Numbing. Kedua perusahaan ini mengklaim telah mendapat izin dari Pemerintah Pusat untuk melakukan aktivitas pertambangan di wilayah tersebut.
Namun, Camat Assun menekankan bahwa kedua perusahaan tersebut belum mengantongi izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan izin eksplorasi tambang pasir laut. Ia juga menyebutkan bahwa dua perusahaan lainnya belum melakukan sosialisasi terkait rencana aktivitas mereka.
“Dua perusahaan sudah lakukan sosialisasi di kantor Desa Numbing, mereka tunjukkan izin lokasi dari Pemerintah Pusat, dua perusahaan lagi belum lakukan sosialisasi,” kata Assun.
Meskipun kedua perusahaan telah berjanji memberikan dana kompensasi kepada warga, dengan jumlah berbeda-beda, nelayan tetap khawatir akan kerusakan jangka panjang yang ditimbulkan oleh aktivitas tambang pasir laut tersebut. Untuk nelayan, perusahaan berjanji memberikan kompensasi sebesar Rp2 juta per bulan, sedangkan warga non-nelayan akan menerima Rp1,5 juta per bulan.
***


