RASIO.CO, Batam – PT Batam Sentralindo (BS) telah membangun kawasan industri di pulau Janda Berhias dan gugusannya dengan nama Westpoint Maritime Industrial Park. Langkah ini merupakan upaya mendukung pemerintah dalam meningkatkan investasi dan mendorong perekonomian di pulau Batam dan Indonesia, agar tumbuh berkelanjutan dalam jangka panjang.
Sebagai bentuk dari komitmen itu, saat ini PT BS telah mengembangkan kawasan industri dari semula hanya 22 hektar daratan dari Otorita Batam menjadi kawasan industri siap pakai seluas 130 hektar.
“Kami membangun kawasan industri di pulau Janda Berhias ini lebih dari 7 tahun. Kami juga telah memenuhi seluruh persyaratan dan ketentuan yang berlaku. Reklamasi kawasan ini tidak mudah dan berisiko, karena lautnya cukup dalam. Tapi kami bersyukur saat ini PT BS berhasil membangun lahan industri siap pakai sesuai standar international untuk kepentingan ekonomi daerah dan nasional,” jelas Julius Singara, Kuasa Hukum PT Batam Sentralindo di Batam, Rabu (1/3/2017).
Dari total lahan industri siap pakai tersebut, sekitar 75 hektar sudah disewa oleh PT West Point Terminal (WPT). Perusahaan ini merupakan joint venture antara Sinomart KTS Development Limited (Sinomart) yang berkedudukan di Hongkong dengan PT Mas Capital Trust (MCT/Indonesia). Sinomart menguasai 95 persen dan MCT sebesar 5 persen saham. Perusahaan patungan ini bersepakat membangun depo minyak di kawasan industri di Pulau Janda Berhias, Batam.
Dalam perkembangannya, sejak kerjasama diteken pada tahun 2012, pembangunan proyek depo minyak ini tak kunjung terwujud. Salah satu penyebab terhentinya pembangunan proyek ini, awalnya karena terjadi pelanggaran perjanjian pemegang saham (shareholders agreement) oleh Sinomart.
Julius mengungkapkan, berdasarkan perjanjian pemegang saham, penunjukan kontraktor depo minyak di Batam harus melalui tender international dan hukum Indonesia. Namun, secara sepihak Sinomart berupaya menunjuk langsung anak usaha Sinopec Group sebagai general contractor.
Informasi tersebut diketahui melalui dokumen keterbukaan informasi (disclosure information) yang disampaikan Sinopec Kantons Holding Limited, pemegang saham Sinomart, kepada Hongkong Stock Exchange pada 18 November 2013.
Dalam informasi yang disebut sebagai “Batam Construction Project Framework Master Agreement” itu, Sinomart berhak menunjuk langsung Sinopec Engineering Group (Sinopec Group) sebagai general contractor depo minyak di Batam senilai US$ 738 juta.
Sebagai pembanding, nilai kontrak yang tercantum dalam ‘Batam Construction Project Framework Master Agreement’ dari Sinomart tersebut jauh diatas budgetary pricing yang pernah diajukan oleh 13 kontraktor internasional dari 6 negara yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia, Australia, Korea dan Belanda. Budgetary pricing yang ditawarkan kontraktor international untuk pembangunan proyek depo minyak di Batam ini memiliki nilai wajar sekitar US$ 582 juta.
“‘Batam Construction Project Framework Master Agreement’ merupakan pelanggaran terhadap perjanjian pemegang saham dan harganya jauh lebih tinggi dari budgetary pricing. Pemegang saham nasional keberatan atas kesepakatan tersebut, sehingga pembangunan depo minyak ini terhenti. Apalagi PT West Point Terminal juga tidak melaksanakan tender international secara transparan,” tandas Julius.
Patuhi Aturan
Julius menegaskan, investor lokal tidak pernah menghalangi rencana investasi Sinomart di West Point Maritime Industrial Park. Sejak 2013 investor lokal justru mendorong PT West Point Terminal untuk segera merealisasikan tender international terhadap proyek pembangunan depo minyak yang telah direncanakan. Namun, hal itu tidak pernah dilaksanakan meskipun tender dokumen sudah disiapkan dan semua perijinan terkait proyek tersebut sudah diperoleh dari pemerintah.
Terkait proses sewa menyewa lahan di Westpoint Maritime Industrial Park, Julius mengatakan bahwa PT BS mendapatkan alokasi lahan dari Otorita Batam (sekarang BP Batam) untuk jangka waktu selama 30 tahun dan dapat diperpanjang selama 20 tahun.
“Perjanjian sewa menyewa antara PT BS dengan PT West Point Terminal sudah sesuai peraturan pemerintah dan Perjanjian Pengalokasian Lahan dengan BP Batam. Dalam transaksi sewa menyewa ini pihak Sinomart juga telah melakukan uji tuntas hukum dan didampingi konsultan hukum Indonesia,” katanya.
Defrizal Djamaris kuasa hukum PT MCT menyatakan, terkait sengketa yang terjadi di PT West Point Terminal, PT MCT sebagai pengusaha lokal tengah mengajukan gugatan kepada Sinomart di badan arbitrase international ICC (International Court of Arbitration). Langkah ini ditempuh untuk mendapatkan kepastian hukum atas banyaknya pelanggaran perjanjian yang dilakukan Sinomart.
Selain persoalan wanprestasi perjanjian pemegang saham di PT West Point Terminal dan perjanjian sewa menyewa yang diuraikan diatas, PT MCT juga menemukan dugaan adanya penggelapan dana perusahaan oleh direksi dan komisaris perwakilan Sinomart. Kasus ini telah dilaporkan ke Polda Kepulauan Riau (Kepri). Saat ini Polda Kepri telah menetapkan dua direksi dan komisaris utama PT WPT perwakilan dari Sinomart sebagai tersangka dugaan pidana penggelapan.
Defrizal menambahkan, berdasarkan laporan hasil penyidikan Polda Kepri, proses penyidikan kasus tersebut mengalami kendala lantaran para tersangka tidak pernah memenuhi panggilan pemeriksaan oleh polisi. Sebagai tindak lanjutnya Bareskrim Mabes Polri telah merekomendasikan dapat diterbitkan red notice kepada Interpol terhadap para tersangka warga negara asing tersebut.
“Sebagai investor lokal dan pemegang saham minoritas, PT MCT selalu memegang prinsip good corporate governance, menghormati perjanjian dan semua ketentuan hukum yang berlaku. Untuk menciptakan kepastian hukum dan investasi, mengingat perjanjian pemegang saham adalah perjanjian murni B to B (business to business), maka penyelesaian perselisihan seharusnya dilakukan sesuai mekanisme perjanjian yang disepakati kedua pihak,” jelas Defrizal.
Apri @www.rasio.co |