RASIO.CO, Batam-Pungutan liar yang disingkat ‘pungli’ mewabah dan massif. Oleh sebab itu, apabila seseorang tertangkap tangan oleh tim sapu bersih (saber) pungli terkejut bak petir di siang bolong. Beragam cara praktik pungli ini. Ada yang diselipkan dalam map dokumen, ada pula diserahkan langsung kepada yang dianggap memuluskan urusan. Si penerima uang ‘siluman’ pun gemetar, tak menyangka akan menimpa dirinya.
Menyangkut pungli ini mengingatkan penulis pada masa Pemerintahan Orde Baru. Kala itu yang disasar adalah pungli di timbangan kendaraan. Kendaraan yang bermuatan berlebih pasti kena ‘pungli’ agar tidak berurusan dengan pihak petugas. Sudomo yang kala itu sebagai pimpinan penertiba pungutan liar menyamar menjadi supir sebuah truk untuk membuktikan apakah benar terjadi pungli yang dikeluhkan masyarakat. Benar, ada petugas yang kena sanksi berat kena pecat, pindah tugas, dan bahkan pimpinannya tidak lagi menduduki jabatan empuk itu. Sejak itu tempat-tempat timbangan kendaraan ditutup hingga kini.
Setelah beberapa puluh tahun, praktik pungli terus berlanjut bahkan massif, masuk ketataran pemerintahan atau pelayan publik. Polisi, imigrasi, Bea dan Cukai merupakan tempat yang sering menjadi keluhan karena praktik pungli. Kini praktik pungli itu menjalar ke pelayanan publik di pemerintahan. Tentu ini menjadi momok dan menghambat pembangunan, karena biaya-biaya yang dikeluarkan masyarakat itu tidak masuk dalam anggaran pengeluaran resmi, selain itu menghambat orang yang berurusan dengan pelayanan publik akibat kekurangan dana, yakni dana ‘siluman’.
Dana siluman ini sering dijuluki dana taktis, dana di bawah meja, dana diatas meja, dan terakhir dana mejanya. Padahal sekali lagi menyangkut pungli ini ada aparat pengawas di tiap instansi/lembaga, yang dulu dikenal pengawasan melekat. Pengertian pelayanan publik menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan perundang-undangan. Adapun yang dimaksud penyelenggara pelayanan publik adalah Instansi Pemerintah. Tapi pengertian pemerintah jangan tertuju pada pemerintahan daerah, dan atau pemerintah pusat, tapi penyelenggara Negara merupakan pemerintahan. Sangat keliru bila penerapan saber pungli hanya tertuju pada pemda saja misalnya.
Dan sangat disayangkan bila saber pungli hanya tertuju pada bawahan belaka, sebab tak tertutup kemungkinan perbuatan bawahan merupakan peran atasan. Jangan bawahan dijadikan kambing hitam. Oleh sebab itu, jika benar ada istilah ‘setoran’ maka itu harus dihilangkan. Konon, bagi yang berniat ingin menduduki jabatan tertentu , ada pula bargaining dengan pimpnannya. Ini entah benar entah salah, tapi yang jelas pengangkatan atau promosi seseorang jangan bersandar pada berapa nilai setoran, tapi pada kompetensi seseorang, hilangkan kedudukan tertentu yang dianggap ‘basah’ diduduki oleh orang yang dekat dengan kekuasaan.
Pengertian dari good governance dapat dilihat dari pemahaman yang dimiliki baik oleh IMF maupun World Bank yang melihat Good Governance sebagai sebuah cara untuk memperkuat “kerangka kerja institusional dari pemerintah”. Hal ini menurut mereka berarti bagaimana memperkuat aturan hukum dan prediktibilitas serta imparsialitas dari penegakannya. Ini juga berarti mencabut akar dari korupsi dan aktivitas-aktivitas rent seeking, yang dapat dilakukan melalui transparansi dan aliran informasi serta menjamin bahwa informasi mengenai kebijakan dan kinerja dari institusi pemerintah dikumpulkan dan diberikan kepada masyarakat secara memadai sehingga masyarakat dapat memonitor dan mengawasi manajemen dari dana yang berasal dari masyarakat.
Perangkat hukum untuk keterbukaan sebenarnya tersedia seperti Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Di situ din Pasal 2 ayat (1) Setiap Informasi Publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap Pengguna Informasi Publik. Ayat (2) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas. Ayat (3) Setiap InformasiPublik harus dapat diperoleh setiap Pemohon Informasi Publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhan. Selain itu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, dan banyak lagi yang dapat menciptakan good government dan good governance.
Program saber pungli ini diharapkan Indonesia menuju lebih baik, agar masyarakat merasa bahwa Indonesia yang terbaik, dan tidak lagi puja-puji Negara asing yang kelihatan tertib, tidak ada pungli, serta penuh tawa. Bukankah hukum itu untuk ketertiban, keamanan dan kesejahteraan?.
Penulis adalah Rumbadi Dalle,S.H.,M.H, Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Riau Kepulauan. Penulis juga aktif dibidang jurnalistik dengan membidani penerbitan Web Portal Berita Terpercaya, RASIO MEDIA