
RASIO.CO, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sejumlah aset milik mantan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta) Haryanto.
Ia merupakan salah satu tersangka kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyebutkan aset yang disita berupa dua bidang tanah, yakni kontrakan seluas 90 meter persegi di Cimanggis, Kota Depok, serta rumah seluas 180 meter persegi di Sentul, Kabupaten Bogor.
“Kedua aset tersebut dibeli secara tunai, yang diduga bersumber dari hasil pemerasan kepada para agen TKA,” ujar Budi, dikutip CNNIndonesia, Minggu (28/9).
Selain itu, Haryanto juga diduga meminta salah seorang agen TKA untuk membelikan satu unit mobil Toyota Innova di sebuah dealer di Jakarta. “Saat ini kendaraan tersebut juga sudah dilakukan penyitaan oleh KPK,” tambah Budi.
Budi menegaskan, penyitaan aset hasil korupsi penting untuk pembuktian perkara sekaligus langkah awal pemulihan kerugian negara. “Selain upaya penindakan, KPK juga mendorong langkah pencegahan korupsi di Kemenaker untuk menutup peluang penyalahgunaan wewenang yang merugikan pelayanan publik,” jelasnya.
Sebelumnya, dalam konferensi pers pada Kamis, 17 Juli lalu, KPK mengungkap terdapat lebih dari 85 pegawai Kemenaker yang menerima uang hasil dugaan pemerasan terkait pengurusan RPTKA. Jumlah itu di luar delapan orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e atau Pasal 12B jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selama periode 2019–2024, nilai uang yang diterima delapan tersangka beserta sejumlah pegawai Direktorat PPTKA mencapai sekurang-kurangnya Rp53,7 miliar. Dari jumlah itu, sebagian pihak telah mengembalikan dana ke negara melalui rekening penampungan KPK, dengan total Rp8,61 miliar.
***


