Modernisasi Pendidikan Mendidik Anak Tanpa Menghilangkan Budaya Tradisional di Tengah-tengah Kemajuan IPTEK

0
794

RASIO.CO, Batam – Mendidik anak merupakan tanggung jawab besar para orang tua. Berhasil atau tidaknya seorang anak di masa depan salah satunya ditentukan oleh didikan orang tua.

Dalam mendidik anak sangat memerlukan kesabaran yang exstra. Jangan pernah mendahulukan emosional saat mendidik anak. Mendidik anak haruslah dengan ihklas dan penuh dengan kesabaran. Mari mulai sejak dini mendidik anak tanpa mengilangkan kultur budaya tradisional dengan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan dalam masyarakat kita selama ini.

Mendidik anak tanpa mengilangkan kultur budaya tradisional dengan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan dalam masyarakat kita selama ini. Hal tersebut dapat kita mulai dengan cara jangan pernah mengatakan langsung tidak boleh kepada anak.

Disaat anak memintak sesuatu maupun yang lainya. Misalkan anak mau main-main di tanah atau main coret-coretan dan sebagainya. Lantas sang ibu atau ayah langsung melarang dan mengatakan “tidak boleh/jangan”.

Hal ini akan sangat mempengaruhi perkembangan mentalitas anak. Oleh karena itu, dengan mengatakan tidak boleh disaat anak memintak akan sangat berpengaruh terhadap pola penkembangan kongnitif dan karakter anak.

Anak yang sering dipatahkan oleh orang tua permintaannya tanpa memberikan penjelasan dan alasan yang mendukung. Akan menjadi seorang anak yang tidak percaya terhadap dirinya sendiri dan relatif lebih penakut. Bahkan hal ini juga bisa menjadikan anak sebagai seorang yang pemberontak kepada orang tua.

Selanjutnya disaat anak terjatuh atau terbentur waktu berjalan atau berlari. Orang tua jangan pernah sekali-sekali menyalahkan benda tersebut yang membuat anak terjatuh. Misalnya dengan memukul-mukul benda tersebut.

“sakit nak? Kamu jahat ya membuat anak saya sampai jatuh”. Orang tua sambil memukul-mukul dan menyalahkan benda yang membuat anak terjatuh di hadapan anak langsung. Kebiasaan yang seperti Ini adalah salah satu kebiasaan tradisional para orang tua yang ingga saat ini masih banyak kita temukan dalam mendidik anak.

Yang mana hal kecil seperti ini sangat berdampak besar terhadap perkembangan kongnitif anak. Secara tidak sadar pelajaran ini adalah pelajaran yang menyesaatkan yang kita ajarkan kepada anak secara langsung. Karena pada saat itu anak akan merekam langsung apa yang dilihatnya.

Hal ini secara tidak langsung akan menjadikan anak menjadi orang yang cengeng dan tidak bertanggung jawab. Karena dia merasa dia tidak pernah salah. Kalaupun seandainya dia terjatuh menabrak sesuatu benda misalnya yang salah dalam pemikiran anak bukanlah anak tersebut.

Akan tetapi yang bersalah adalah benda yang menyebabkan anak itu sendiri terjatuh. Hal inilah yang tertanam dalam diri anak bahwasanya dia akan selalu benar mengenai apapun yang dilakukannya. Dengan demikian, anak akan merasa bahwa dirinya selalu benar.

Disaat anak melakukan kesalahan, orang tua jangan pernah menyalahkan anak bahkan memojokkan si-anak. Apalagi menyalahkan anak secara berlebihan. Menyalahkan anak secara berlebihan di sini maksudnya misalkan dengan mengatakan kepada anak “ gara-gara kamu jatuhkan…. ini mahal lho nak harganya.”

Dengan menyalahkan anak baik secara sederana atau secara berlebihan akan membawa anak kepada anak yang selalu takut. Anak yang perkembangan kognitifnya menjadi terhambat. Di dalam hati dia berpikir nantik salah lagi. Nanti kena marah lagi sama ibu dan ayah. Apapun hal yang dilakukannya dia akan selalu dihantui rasa takut akan salah.

Terakhir antara ibu dan ayah serta orang-orang yang ada di sekitar anak haruslah selalu kompak. Jangan pernah di saat salah satu dari orang tua memarahi anak (mendidik anak ketika anak melakukan kesalahan) maka jangan pernah salah satu dari orang tua lainnya mendukung anak. Pada saat itu, anak akan senantiasa mencari dukungan dari orang tua atau anggota keluarga lainnya.

Hal di atas adalah beberapa contoh budaya pendidikan mendidik anak secara tradisional yang biasa dilakukan oleh masyarakat kita. Budaya tersebut sudah begitu mantap tertancap dan menjadi kebiasaan dari zaman ke zaman.

Tak terkecuali di zaman modern saat sekarang ini yang perkembangan ipteknya sungguh begitu cepat dan pesat. Akan tetapi kebiasaan mendidik anak yang ditanamkan oleh para orang tua kita dahulu seperti perjelasan di atas masih kita pegang teguh hingga saat ini.

Modernisasi pendidikan mendidik anak tanpa mengilangkan kultur budaya tradisional ditengah-tengah kemajuan IPTEK dengan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan dalam masyarakat kita selama ini. Mulailah dari memberikan contoh-contoh yang mendidik.

Didiklah anak dengan tidak mengatakan tidak boleh tetapi berilah ia penjelasan, pemaparan dan alasan kenapa dia tidak boleh melakukan hal tersebut. Apa dampak dan akibat yang akan ditimbulkan apa bila hal tersebut dilakukan. Dengan demikian, anak akan mengerti serta menerima kenapa ia dilarang melakukah hal itu.

Sebab dia telah mengetahui akhibat dari perbuatannya kalau seandainya hal itu dia lakukan. Anak juga lebih bisa menerima alasan orang tua melarangnya yang nanti akan berdampak kepada tambah sayangnya anak kepada orang tua karena dari sana dia bisa tahu orang tuanya melarang karena orang tua tersebut sayang kepadanya. Karena dia menjadi lebih tahu betapa sayangnya orang tua kepada anaknya. Hal yang dilarang orang tuanya adalah hal yang dapat merugikan dirinya.

Didiklah anak dengan tidak pernah mengatakan tidak boleh nak. “Tidak boleh nak main hujan nanti anak ibu/anak ayah sakit”. Disaat masih dalam koridor wajar dan tidak berlebih-lebihan silakan saja anak melakukan hal yang diinginkannya. Dengan melakukan hal tersebut anak dapat berkreasi dan menjadi dirinya sendiri.

Anak akan lebih percaya diri. Anak akan lebih sensitif terhadap hal-hal yang terjadi. Anak akan bisa lebih berkembang dan mengembangkan dirinya. Disaat orang tua melarang anak dengan memberikan alasan kenapa dia dilarang. Di saat ini pulalah maka anak akan lebih sensitif dalam bertanya kepada orang tuanya.

Satu pertayaan anak di jawab dan dijelaskan kepada anak. Maka pada waktu itu akan timbul seribu pertanyaan yang ada di dalam benak anak. Ditanyakan kepada ibu/ayah maka di sinilah peran penting orang tua yang sangat sensitif dan peka terhadap anak.

Orang tua jangan sekali-sekali bosan dan tidak menjawab pertanyaan dari anak. Orang tua jangan sekali-sekali mematahkan pertanyaan dari anak. Hal tersebut termasuk pada pembunuhan karakter pada anak. Janganlah pernah bosan menjawab dan memberikan penjelasan karena satu pertanyaan anak dijawab maka anak akan bertanya lebih banyak lagi.

Disaat anak dimarahi oleh salah satu dari orang tua ibu atau ayah (mendidik anak ketika anak melakukan kesalahan). Maka jangan pernah orang tua yang lain ibu atau ayah memberikan dukungan kepada anak. Walaupun seyogyanya pada saat inilah anak mencari dukungan kepada ibu atau ayah bahkan kepada anggota keluarga lainnya.

Kalau seandainya salah satu dari orang tua memberikan dukungan kepada anak di saat salah satu dari orang tua memarahi (mendidik anak ketika anak melakukan kesalahan). Maka di mata anak akan tertanam bahwa ibu atau ayah yang memarahinya (mendidik anak ketika anak melakukan kesalahan) tidak menyayanginya.

Seolah-olah yang menyayanginya cuma orang tua yang memberikan pembelaan tadi. Maka di saat itu pula akan tertanam di diri anak betapa jahatnya orang tua yang memarahinya tadi (mendidik anak ketika anak melakukan kesalahan).

Dengan demikian, kebiasaan di atas dalam mendidik anak bisa kita lakukan tanpa menghilangkan kebiasaan tradisional di tengah-tengah perkembangan IPTEK yang begitu pesat. Yang perlu kita lakukan adalah dengan memberikan polesan-polesan kepada kebiasaan tradisional itu sehingga menjadi modernisasi pendidikan mendidik anak tanpa menghilangkan kultur budaya tradisional di tengah-tengah kemajuan IPTEK yang begitu pesat.

Pada akhirnya dapat melahirkan anak yang kreatif punya kepercayaan diri yang mantap, bertanggung jawab, tidak mudah putus asa, menghilangkan sifat pemberontak, tidak merasa dirinyalah yang paling benar, dan menyayangi kedua orang tua.

Penulis adalah Syafriadi, S.Pd.Guru SMP Negeri 20 Batam yang berdomisili di Batam.

Print Friendly, PDF & Email

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini